Batam (ANTARA News) - Menlu Singapura George Yeo mengatakan, tidak ada permintaan baru dari Singapura setelah perjanjian kerjasama militer (Defence Cooperation Agreement/DCA) ditandatangani Menhan Indonesia dan Singapura di Bali, 27 April 2007.
Yeo kepada Channelnews Asia dan dikutip ANTARA News di Batam, Jumat, menambahkan, Singapura tidak akan menyimpang (depart) dari apa yang sudah disepakati kedua pemerintah.
Justru, katanya, Indonesia yang menolak empat rumusan aturan pelaksanaan (implementing arrangement/IA) DCA, padahal seharusnya sudah ditandatangani Mei 2007.
Ia menambahkan, Indonesia juga meminta pengubahan substansi perjanjian yang bagi Singapura tidak bisa diubah.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan kepada media, Rabu (4/7), bahwa Singapura menuntut latihan perang di wilayah Bravo, Laut China Selatan 15 hari setiap bulan, dan hal itu tidak dapat diterima pemerintah Indonesia.
Zona Bravo, satu dari tiga wilayah rencana latihan perang di teritori Indonesia menjadi perdebatan menuju tahap pelaksanaan DCA yang satu paket dengan Perjanjian Ekstradisi.
Menurut Juwono, Indonesia hanya mengizinkan frekuensi latihan empat sampai enam kali dalam setahun agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan, kehidupan nelayan dan keamanan umum di Zona Bravo.
Sementara itu, dari Jakarta dilaporkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengarahkan agar pembahasan DCA dilanjutkan sesuai kesepakatan yang ditandatangani di Bali, 27 April 2007.
"Ada arahan dari Presiden, saya juga terus melakukan kontak-kontak dengan Menlu Singapura untuk menggerakkan kembali proses (pembahasan), mungkin menunggu waktu yang tepat," kata Menlu Hassan Wirajuda di Kantor Presiden, Kamis pekan ini.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007