Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan volatilitas kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir karena dampak langsung dari kondisi ekonomi global, khususnya era peningkatan suku bunga acuan dan juga ekspansifnya kebijakan fiskal di Amerika Serikat.
Agus dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Rabu, mengatakan dampak dari kebijakan ekonomi AS tersebut berpengaruh terhadap pergerakkan mata uang di seluruh negara, bukan hanya terhadap mata uang rupiah Indonesia.
Namun, dia meyakini, dengan ketahanan fundamental ekonomi Indonesia saat ini dan koordinasi antara Bank Sentral dengan pemerintah, tekanan ekonomi eksternal itu tidak akan mengikis terlalu lama ekonomi domestik.
"BI konsisten dan berhati-hati merespons dinamika pergerakan nilai tukar Rupiah yang sedang berlangsung untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga," ujarnya.
Gubernur BI menjelaskan berbagai indikator telah mencerminkan perbaikan ketahanan ekonomi domestik, seperti, inflasi dalam tiga tahun terakhir yang terus menurun dan sesuai target Bank Sentral untuk menjaga stabilitas. Defisit neraca transaksi berjalan juga menurun ke 1,7 persen dari PDB pada tahun 2017.
"Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan tahun 2018 defisit Neraca Transaksi Berjalan tetap sehat di kisaran 2,1 persen dari PDB, sejalan dengan dinamika pemulihan ekonomi. Karena pemulihan, impor bahan baku juga diperkirakan ada peningkatan," ujarnya.
Selain itu, ujar Agus, kondisi fiskal semakin baik, didukung oleh kebijakan Pemerintah yang hati-hati. Selain itu, reformasi struktural yang tengah berjalan baik akan meningkatkan daya saing perekonomian.
Persepsi terhadap kinerja ekonomi Indonesia juga cenderung membaik, yang dibuktikan dari dinaikannya peringkat surat utang Indonesia oleh beberapa lembaga pemeringkat internasional.
"Ketahanan cadangan devisa saat ini jauh lebih kuat, tercermin dari posisi cadangan devisa Januari 2018 yang mencapai 131,98 miliar dolar AS, tertinggi dari yang pernah dicapai," ujarnya.
Agus juga mengklaim beberapa peraturan Bank Indonesia, seperti kewajiban lindung nilai bagi Utang Luar Negeri dan kewajiban penggunaan rupiah, telah mengurangi permintaan valas yang berlebihan.
"Bank Indonesia akan tetap berada di pasar secara terukur untuk mengawal terciptanya stabilitas Rupiah," ujar Agus.
Perdagangan rupiah masih bertahan di kisaran Rp13.700 per dolar AS pada Rabu ini. Level tersebut sudah ditegaskan BI pada akhir pekan lalu sebagai level yang di bawah nilai fundamental rupiah atau "undervalued".
Sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, volatilitas kurs rupiah sebesar 8,3 persen atau jauh lebih rentan dibanding volatilias rupiah sepanjang 2017 yang hanya tiga persen.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018