Gorontalo (ANTARA News) - Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nofrijal mengatakan kasus balita dengan tinggi badan rendah atau "stunting" karena peran orang tua dan keluarga yang belum maksimal.
"Dalam hal `stunting`, peran BKKBN dalam mengasuh orang tua," kata Nofrijal ditemui seusai pembukaan Pertemuan Nasional Konsultasi Kepala Subbagian di Lingkungan Sekretariat dan Inspektorat Utama BKKBN 2018 di Gorontalo, Selasa.
Salah satu program BKKBN dalam pengasuhan orang tua adalah Kampung KB. Kampung KB memiliki layanan teknis mulai dari pos pelayanan terpadu (posyandu), konseling pranikah hingga pemberdayaan ekonomi keluarga dan pengasuhan orang tua.
"Jadi mulai dari remaja sudah diperkenalkan dengan `stunting` BKKBN akan mendorong supaya orang tua dan remaja memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah `stunting`," tuturnya.
Nofrijal mengatakan BKKBN pernah berhasil dalam program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Karena itu, kasus "stunting" menjadi suatu hal yang sangat mengejutkan.
"Belakangan mungkin kita asyik dengan yang lain sehingga terlupakan. Saat ini akan kita bangun lagi," katanya.
Data Pantauan Status Gizi (PSG) 2016 menunjukkan penurunan jumlah balita pendek bila dibandingkan dengan 2015.
Pada 2015, data PSG menunjukkan jumlah balita "stunting" 29,1 persen, dengan perincian sangat pendek 10,1 persen dan pendek 18,9 persen.
Pada 2016, jumlah balita "stunting" menurun menjadi 27,5 persen, dengan perincian sangat pendek 8,5 persen dan pendek 19 persen.
Namun, pada awal 2017 bangsa Indonesia dikejutkan oleh kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu kasus gurang gizi, gizi buruk dan "stunting" di beberapa daerah.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018