Surabaya, 6/3 (ANTARA News) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyampaikan pergantian nama jalan menandai rekonsiliasi antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat sekaligus mengakhiri 661 tahun perselisihan antaretnis Sunda dan Jawa.
"Melalui ini, permasalahan antara etnis Jawa dan Sunda yang terjadi pascatragedi Pasunda Bubat yang terjadi pada tahun 1357 Masehi selesai hari ini," ujarnya usai acara Rekonsiliasi Budaya Harmoni Budaya Sunda-Jawa di Surabaya, Selasa.
Rekonsiliasi diwujudkan melalui penggantian dua jalan arteri di Kota Surabaya dengan menggunakan nama yang menyimbolkan kesundaan, yaitu Jalan Prabu Siliwangi menggantikan Jalan Gunung Sari sekaligus berdampingan dengan Jalan Gajah Mada.
Satu lagi adalah menggantikan nama Jalan Dinoyo dengan Jalan Sunda yang berdampingan dengan Jalan Majapahit.
Menurut dia, rekonsiliasi ini sangat penting untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya antara etnis Sunda dan Jawa, sebab karena tragedi Pasunda Bubat, kedua etnis ini kerap berselisih dalam berbagai hal yang menyangkut hubungan kemanusiaan, seperti perkawinan, pendidikan dasar dan lainnya.
Pakde Karwo, sapaan akrabnya, menceritakan bahwa tragedi Pasunda Bubat adalah perang antara kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda yang terjadi pada abad ke-14 tepatnya pada tahun 1357 M.
Permasalahan tersebut diakibatkan kesalahpahaman antara Gajah Mada sebagai Patih Kerajaan Majapahit dan Anepaken sebagai Patih Kerajaan Sunda dalam mengartikan sebuah pertemuan persuntingan putri kerajaan Sunda, Diah Pitaloka oleh Raja Majapahit, Hayam Wuruk.
Kesalahpengertian ini mengakibatkan peperangan yang mengakibatkan Raja Sunda, istrinya, serta putri Diah Pitaloka dan pasukannya meninggal.
"Jauhnya jarak antara peristiwa perang Bubat dengan munculnya beberapa naskah kuno hingga 200 tahun berikutnya, seperti Kidung Sundayana ditengarai sebagai upaya `divide et impera` oleh penjajah," ucapnya.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut menyampaikan rekonsiliasi ini akan merekatkan bangsa Indonesia melalui simpul-simpul yang memberikan orientasi nilai perjuangan dan persatuan, dengan bingkai dan landasan keragaman budaya sebagai sumber kekuatan bangsa Indonesia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengaku sepakat rekonsiliasi ini menjadi bagian penting untuk mempererat hubungan antara etnis Sunda dengan Jawa.
"Sampai saat ini, ada orang Sunda yang tidak mau disebut orang Jawa, padahal mereka tinggalnya di Pulau Jawa. Nantinya, disebut orang Jawa berbahasa Sunda," kata Kang Aher, sapaan akrabnya.
Rekonsiliasi ini, lanjut dia, akan membawa dampak psikologis untuk merekatkan antaretnis sekaligus menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia.
Gubernur Jabar dua periode itu mengungkapkan, jumlah etnis Jawa mencapai 42 persen dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14 persen. Jika digabungkan, jumlahnyamencapai 56 persen setengah lebih dari seluruh etnis di Tanah Air.
"Artinya, jika masalah Jawa dan Sunda selesai maka perkara-perkara besar di Indonesia juga berakhir," kata gubernur yang juga kader PKS tersebut.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018