Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dan militer CSIS, Dr Kusnanto Anggoro, di Jakarta, Jumat, menilai sikap politik luar negeri Indonesia memang harus selalu dikaji ulang, tetapi tentang wacana pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel belum perlu.
"Saya setuju dengan pandangan teman-teman di parlemen atau di tataran publik, agar politik LN selalu dikaji ulang. Itu harus. Pertanyaannya, apakah harus membuka hubungan diplomatik dengan Israel," tanyanya, menanggapi pernyataan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendi Choirrie, yang mendesak pemerintah melakukan koreksi, evaluasi dan mengkaji ulang secara rasional serta obyektif sikap terhadap Israel.
Kusnanto dengan berbagai pertimbangan serta berdasarkan dinamika internal dan eksternal menganjurkan agar hubungan diplomatik RI-Israel belum perlu dilakukan saat ini.
Sebelumnya, dalam Raker Komisi I DPR dengan Menlu Hasan Wirajuda, Effendi Choirie mengungkapkan ada dua fakta berbeda, yakni, pertama, RI sejak lama mendukung terbentuknya negara Palestina merdeka dan menolak eksitensi negara Israel.
Tetapi, fakta berikutnya, rakyat Palestina tidak pernah bersatu untuk merdeka, sementara Israel sudah merdeka dan mendapat dukungan mayoritas negara di dunia, termasuk sebagian negara Arab.
"Makanya, sudah waktunya ada pengkajian ulang secara rasional dan obyektif dengan melibatkan banyak pihak tentang sikap RI terhadap Israel. Sebab, jika hubungan dengan Israel karena faktor agama, hal itu tidak beralasan," katanya.
Menurut Effendi Choirie, Yahudi itu agama samawi yang tak perlu dikhawatirkan, karena hanya eksklusif bagi keturunan orang Israel.
"Juga bila sikap RI karena soal penjajahan atas Palestina, dan pembukaan Undang Undang Dasar kita menentang berbagai bentuk penjajahan, pertanyaannya, mengapa RI berhubungan harmonis dengan AS yang merupakan penjajah terbesar abad ini, yang memorak-porandakan Irak dan Afghanistan," kata Effendi Choirie.
Mewakili fakta empirik
Secara terpisah, pengamat politik LIPI, Dr Hermawan Sulistio, mengatakan kepada ANTARA, kelompok-kelompok politik di Indonesia masih gemar memainkan isu Israel-Palestina dan konflik di Timur Tengah umumnya untuk pertarungan politik domestik.
Terhadap pandangan Effendi Choirrie, yang mendesak pemerintah RI melakukan koreksi, evaluasi dan mengkaji ulang secara rasional serta objektif sikap terhadap Israel, Hermawan Sulistio menganggapnya sebagai mewakili pemikiran berdasar fakta empirik.
"Suara Effendi Choirie atau Gus Choi ini sangat jelas mewakili fakta empirik. Dari sudut kepentingan nasional Indonesia, memang (harusnya) seperti itu," lanjut Hermawan Sulistio yang populer dengan julukan mas QQ.
Namun, kata Mas QQ, kendalanya ada pada kelompok-kelompok politik di dalam negeri Indonesia.
"Sebab, kelompok-kelompok politik di Indonesia masih (gemar) memainkan isu ini (konflik di Timur Tengah), terutama Israel-Palestina, untuk pertarungan politik di sini. Bukan dalam kenyataan objektif seperti dilihat Gus Choi," kata Mas QQ.
Beberapa hari lalu, Dubes Palestina untuk RI, Fariz Al Madawi bertandang ke Sekretariat PP Muhammadiyah dan menyampaikan permohonan kepada pemerintah serta Ormas Islam di Indonesia untuk memberikan dukungan politik terhadap pemerintahnya, terkait konflik semakin memanas dengan Israel.
Konflik di Jalur Gaza, menurut dia, lebih disebabkan lemahnya kinerja anggota parlemen mereka dalam melakukan lobi di forum internasional.
Kelemahan itu dipicu oleh adanya perseteruan tajam antara anggota parlemen dua fraksi, yakni Hamas versus Fatah. (*)
Copyright © ANTARA 2007