"Saya ingatkan kepada rekan rekan di daerah bahwa saat ini menjadi sorotan 24 jam oleh penegak hukum sehingga area rawan korupsi harus diperhatikan," kata Tjahjo Kumolo ketika ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan daerah rawan korupsi itu antara lain perencanaan, dana hibah dan bantuan sosial dan pajak. "Sekarang yang difokuskan oleh penegak hukum juga area belanja barang dan modal," kata Tjahjo.
Tjahjo mengatakan banyaknya pejabat daerah dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lepas dari masalah inspektorat daerah yang belum bekerja optimal.
"Inspektorat daerah belum bekerja optimal, fungsi pembinaan, pencegahan kepada aparat di daerah hingga desa, belum berjalan optimal," katanya.
Dengan kondisi itu, pihaknya memerlukan bantuan dari pihak kepolisian dan kejaksaan.
Ia menyebutkan kementerian yang dipimpinnya menangani tidak hanya masalah di kementerian semata tetapi juga masalah di daerah hingga desa.
"Sekarang kalau ada bupati, wali kota ditangkap KPK, bebannya kepada kami juga, karena itu daerah rawan korupsi itu supaya diperhatikan," katanya.
Sebelumnya KPK menangkap 12 orang dalam operasi OTT kasus dugaan suap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Kendari 2017-2018. OTT itu digelar pada Selasa-Rabu, 27-28 Februari 2018.
Ke-12 orang yang diciduk komisi antirasuah itu adalah Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra; calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun; mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Fatmawati Faqih; Dirut PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah; pengusaha berinisial W; dua orang staf SBN; dan lima pegawai negeri sipil Pemkot Kendari.
"OTT dilakukan setelah KPK mendapatkan laporan masyarakat dan menelusuri ada penarikan uang Rp 1,5 miliar yang dilakukan oleh staf PT SBN," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan kronologi OTT Kendari itu di Jakarta, Kamis (1/3).
Pewarta: Agus Salim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018