Jakarta (ANTARA News) - Basis data perpajakan sebagai upaya untuk meningkatkan rasio pajak nasional harus diperbaiki sehingga dapat bermanfaat bagi keseluruhan pembangunan negara.
"Pemerintah semestinya lebih berkonsentrasi pada perbaikan database perpajakan nasional, termasuk rasio pajak," kata Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Menurut Heri, target yang ditetapkan pemerintah adalah tidak realistis sehingga dapat menjadi indikasi terhadap lemahnya sistem basis data perpajakan nasional yang dimiliki pemerintah.
Politisi Gerindra itu mengingatkan, rasio pajak nasional ada di sekitar angka 11 persen padahal negara yang termasuk kategori berpendapatan menengah-bawah idealnya 17 persen.
Ia berpendapat bahwa lemahnya basis data perpajakan juga mengakibatkan menurunnya tingkat rasio pajak nasional.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak pada Januari 2018 telah mencapai Rp78,94 triliun atau tumbuh 11,17 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
"Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dan melanjutkan tren positif sejak 2015," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (20/2).
Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan ini berasal dari pendapatan PPh nonmigas sebesar Rp41,7 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp32,3 triliun, PPh Migas sebesar Rp4,54 triliun dan pajak lainnya Rp480 miliar.
Sebagaimana diwartakan, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengharapkan lebih banyak lagi konsultan pajak di Indonesia karena jumlahnya dinilai masih relatif sedikit saat ini.
"Jumlah konsultan pajak di Indonesia sekitar 3.500. Ini tergolong rendah dibandingkan Jepang. Mestinya lebih banyak lagi untuk membantu `tax payer`," ujar Robert saat penandatangan nota kesepahaman dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta, Rabu (28/2).
Menurut Robert, keberadaan konsultan pajak akan semakin dibutuhkan terutama bagi WP yang memiliki tingkat kesibukan tinggi. Ditjen Pajak juga akan terus membantu konsultan pajak melalui reformasi kebijakan, melakukan komunikasi, dan juga memberikan pedoman bagi perkembangan perpajakan itu sendiri.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2017 dan memuji kemudahan pelaporan yang dilakukan.
"Caranya mudah, tidak perlu ke kantor pajak, bisa di mana saja, kapan saja. Nggak pagi, nggak siang, nggak malam, bisa semuanya," kata Presiden usai menyerahkan SPT PPh secara elektronik di Istana Merdeka, Jakarta (26/2).
Sistem digital itu, ujar Presiden, memberi kemudahan bagi para pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018