Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menilai prospek ekonomi pada semester II 2007 akan lebih baik dibandingkan dengan semester I 2007. "Memasuki semester II 2007, prospek ekonomi ke depan diperkirakan semakin baik," kata Deputi Gubernur BI, Miranda S. Goeltom di Jakarta, Kamis. Menurut Miranda, secara keseluruhan, perekonomian selama 2007 diperkirakan akan tumbuh di atas 6,0 persen, lebih tinggi dari perkiraan awal (sebesar 6,0 persen), dan juga membaik dari pertumbuhan tahun 2006 sebesar 5,5 persen. Lebih optimisnya perkiraan pertumbuhan didukung oleh kinerja konsumsi dan ekspor yang lebih baik, sementara investasi diperkirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi semula. Di sisi konsumsi, membaiknya perkiraan pertumbuhan sejalan dengan semakin kuatnya keyakinan akan perbaikan daya beli masyarakat serta membaiknya optimisme konsumen. Namun BI mengingatkan adanya beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai karena dapat mengganggu kinerja ekonomi. Dari sisi eksternal, faktor resiko dapat bersumber dari tingginya harga minyak dunia dan struktur neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang belum optimal. "Struktur NPI masih didominasi modal jangka pendek sehingga memiliki kerentanan yang tinggi terhadap pembalikan modal," kata Miranda. Dari sisi internal, terdapat beberapa hal yang perlu dicermati antara lain realisasi perbaikan iklim investasi, penyelesaian proyek infrastruktur, dan penyempurnaan penyelenggaraan desentralisasi dalam mendorong bangkitnya sektor riil di daerah. Sementara mengenai realisasi semester I 2007, BI menilai kinerja ekonomi makro dan moneter secara konsisten terus bergerak ke arah yang lebih baik. Realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 6,0 persen telah menumbuhkan optimisme akan berlanjutnya ekspansi ekonomi. BI memperkirakan kinerja NPI selama triwulan II 2007 mengalami surplus sebesar 3,7 miliar dolar AS. Surplus itu terutama didorong oleh perbaikan kinerja neraca modal dan finansial. "Dengan kinerja NPI tersebut, posisi cadangan devisa per Juni 2007 mencapai 50,9 miliar dolar AS atau setara dengan 5,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Miranda.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007