Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (Ikagi) menyesalkan penurunan peringkat Garuda Indonesia ke level dua yang berdampak pada larangan terbang Uni Eropa. "Secara tidak langsung, boikot ini dilakukan terhadap Garuda Indonesia karena saat ini menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang melayani penerbangan ke Eropa," kata Ketua Ikagi, Zainudin Malik, setelah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, di Jakarta, Kamis. Menurut Zainudin, larangan terbang oleh Uni Eropa tersebut sama saja memboikot aset negara karena Garuda Indonesia merupakan milik negara. "Kami prihatin atas kejadian ini, dan kami sudah mencoba menghubungi asosiasi penerbangan di London untuk mendapatkan klarifikasi dari mereka. Dasarnya apa mereka melakukan pemboikotan," katanya. Menurut dia, pelarangan terbang tersebut merupakan dampak dari penurunan peringkat Garuda Indonesia sekitar empat bulan lalu ke level dua. Hal tersebut dirasakan sangat berpengaruh. Dia mengatakan secara operasional jumlah penerbangan Garuda Indonesia tidak dapat disamakan dengan Mandala atau Merpati. Jadi masalah pemberian level dua itu tidak adil, karena itu perlu ditanyakan lagi kepada pemerintah. "Sekarang memang Garuda ada peringkat pertama, tetapi susah untuk mengembalikan nama baik jika sudah pernah di level dua. Kita kan (Garuda Indonesia) pionirnya jadi susah," katanya. Dia mengatakan hingga saat ini belum ada balasan dari pihak asosiasi penerbangan di London. Namun yang jelas karena Uni Eropa terdiri dari banyak negara, jadi dampak pelarangan terbang sangat terasa. Dia juga mengatakan ada rencana pada tahun 2008 Garuda Indonesia membuka rute terbang ke Belanda, karena rute tersebut merupakan rute tradisional. Sementara rute Eropa lainnya belum ada kejelasan. Menurut Sekjen Ikagi Dewi Anggraini, Garuda Indonesia menjadi patokan pihak asing untuk penerbangan Indonesia. Jika faktor keselamatan penerbangan dianggap buruk tentu akan berdampak pada maskapai dalam negeri lainnya. Terkait dengan masalah keselamatan, dia mengatakan perlu diperjelas fungsi keberadaan awak kabin. Sedikit banyak ini dapat mempengaruhi masalah keselamatan dan layanan di suatu maskapai. Dia menyayangkan Indonesia secara umum masih melihat awak kabin secara tradisional, yang berarti awak kabin hanya sebagai orang yang memberikan pelayanan saja. "Hanya melayani, mengantar makanan dan minuman saja. Tidak ditekankan profesionalitasnya," ujar dia. Padahal, menurut dia, fungsi awak kabin di penerbangan internasional lainnya tidak hanya mengurusi masalah pelayanan, tetapi juga masalah keselamatan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007