Jeddah (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Dewan Hubungan Amerika Serikat (AS)-Islam yang berkantor pusat di Washington (CAIR), Nihad Awad, melakukan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI) Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu di Jeddah, Rabu, guna meningkatkan citra positif Islam.
Pembicaraan mereka terfokus pada masalah kerjasama kedua pihak dan engimplementasikan proyek-proyek bersama di masa mendatang.
"Saya dipersilakan bertemu dengan Prof. Ihsanoglu untuk mendiskusikan kondisi Muslim di AS dan untuk melakukan proyek-proyek di masa depan," kata Awad, seperti dikutip Arab News.
Pekan lalu, Presiden AS George W. Bush mengumumkan bahwa pihaknya akan menunjuk seorang utusan khusus ke OKI guna mempererat hubungan antara AS dan dunia Islam.
"Ini merupakan pertama kali seorang presiden AS menunjuk utusan khususnya ke OKI. Utusan khusus kami akan mendengarkan dan mempelajari sikap wakil tetap negara-negara Muslim dan akan memberi andil bagi pandangan-pandangan AS," kata Bush dalam pidatonya di Islamic Center Washington pada 27 Juni.
Prof. Ihsanoglu menyambut baik prakarsa itu, menyusul pembentukan korps Duta Besar OKI di Washington pada Maret lalu.
"CAIR mengeluarkan suatu pernyataan yang menyambut baik sikap Presiden Bush itu dan kami mengharapkan bahwa hal itu akan membantu mempererat hubungan dalam bentuk komunikasi antara dunia Islam dan AS, dan kami juga berharap agar penempatan pejabat tertentu di AS dapat merepresentasikan komunitas Muslim dan pandangan-pandangannya," kata Awad.
Menurut studi dan jajak pendapat baru-baru ini di AS yang dilakukan oleh CAIR dan beberapa organisasi lainnya menemukan bahwa peristiwa-peristiwa serangan dan diskriminasi melawan warga Muslim di AS meningkat, begitu pula warga Muslim pun meresa prihatin dan tercela atas kebijakan-kebijakan AS terhadap kaum Muslim.
Awad mengecam laporan-laporan negatif oleh sejumlah media massa di AS yang cenderung sepihak.
"Faktor lain adalah dedikasi individual dan institusi-institusi yang melecehkan Islam dan Muslim kiri dan kanan, yang pada gilirannya demi kepentingan politik mereka," kata Awad.
Muslim dan organisasi-organisasi Islam di AS dikritik karena tidak secara efektif melakukan lobi dan menghadapi kampanye pelecehan dibanding dengan kaum minoritas lainnya di AS.
Ini merupakan kritikan yang sangat biasa didengar dari dunia Islam, katanya, dan menambahkan bahwa Muslim di AS sedang menuju ke tujuan yang benar dan komunitas Muslim di sana menjadi lebih efektif dalam membangun jembatan komunikasi dengan komunitas lainnya.
Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi Muslim AS adalah ketidaktahuannya tentang Islam dan kurangnya sumber-sumber.
"Namun saya ingin katakan bahwa komunitas Islam di AS telah berada di posisi yang benar untuk memainkan peranan konstruktif dan saya kira kita harus mulai melakukannya," ujarnya dan menambahkan, "Kesabaran diperlukan dan kita ingin penduduk dunia Islam mendoakan Muslim di AS, mendukung mereka, karena kamipun setiap hari memperhatikan masalah-masalah dunia Islam."
Ia memberi beberapa contoh tentang bagaimana upaya CAIR untuk memecahkan situasi krisis.
Misalnya, setelah serangan bunuh diri di AS pada 11 September 2001, CAIR meluncurkan suatu kampanye untuk mendistribusikan buku-buku dan video pilihan secara gratis dalam bahasa Inggris tentang Islam, menawarkannya ke perpustakaan-perpustakaan di seantero AS.
"Sebegitu jauh, kami telah menyuplai 8.000 perpustakaan yang melayani sekitar antara 120-130 juta warga AS," katanya.
Di samping itu, ujarnya, di saat terjadinya pelecehan terhadap Al-Qur`an, CAIR menawarkan Al-Qur`an dalam bahasa Inggris, dan jumlah 45.000 permintaan, dan CAIR menemui 4.000 permintaan di antaranya, dan hasilnya mereka pun berubah sikap dari negatif menjadi positif terhadap Al-Qur`an.
Setelah terjadi pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW lewat gambar kartun di Eropa, CAIR juga menyebarkan buku-buku dan video tentang sejarah Nabi Muhammad, terdapat 25.000 permintaan, dan CAIR menemui 16.000 di antarnya.
"Saya kira, dalam masalah itu, Muslim lewat CAIR dan lainnya hendaknya berbuat yang terbaik, dan kita kapanpun kita memiliki kesempatan, kita mencoba mempersembahkan suatu keseimbangan dan posisi pragmatis di mana pun kita berada, sebagai Muslim, harus menyikapi isu-isu yang berhubungan dengan kebijakan dalam negeri dan luar negeri," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007