Bahkan, Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumbar, Irman, memprediksikan harga kopi Sumbar pada 2018 meningkat 5-10 persen dibandingkan sebelumnya, sebab menurut dia negara-negara lain sudah mengenal dan menyukai kopi dari daerah Minangkabau tersebut.
"Tren harga kopi terus meningkat karena kenikmatan kopi dari Sumbar sudah terkenal di pasar nasional maupun internasional," katanya di Padang, Rabu.
Tahun 2017 lalu, Gapperindo mencatat harga kopi Sumbar berjenis arabika mencapai Rp70.000 per kilogram, meningkat dari Rp60.000 per kilogram pada 2016.
Sedangkan untuk jenis robusta rata-rata dihargai Rp35.000 per kilogram atau naik sekira 5-10 persen dibandingkan 2016.
Sementara harga tertinggi diperoleh Kopi Solok Radjo yang dijual dengan banderol Rp120.000 per kilogram, yang biasanya diekspor ke Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah.
Baca juga: Kopi Solok Radjo tembus pasar Amerika Serikat
Baca juga: Potensi produksi kopi arabica Aceh Tengah 1,5 ton/Ha
Produksi 22.292 ton
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sumbar, Akhirudin, menyebutkan produksi kopi arabika dan robusta di Sumbar pada 2016 mencapai 22.292 ton per tahun dengan luas tanam 32.461 hektare.
"Untuk produksi kopi arabika 12.044 ton sedangkan kopi robusta 10.288 ton," katanya.
Untuk menjaga produksi dan kesuburan kopi, kata dia petani mesti memperhatikan pemupukan dan pemangkasan. Ada dua jenis pupuk untuk kopi, yakni organik dan non organik.
"Namun lebih diutamakan pemberian pupuk organik berupa kompos atau pupuk kandang," tambah dia.
Kopi arabika biasanya dibudidayakan di Kabupaten Solok, Agam, Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Limapuluh Kota, dan Pasaman Barat.
Masing-masing daerah tersebut memiliki cita rasa yang berbeda. Misalnya sama-sama kopi arabika namun rasa dan aroma setiap daerah memiliki khas masing masing.
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018