New York (ANTARA News) - Harga minyak melemah pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), yang merupakan penurunan pertama dalam lima hari terakhir, tertekan oleh dolar AS yang lebih kuat dan ekspektasi bahwa data mingguan mendatang akan menunjukkan peningkatan persediaan minyak mentah AS.
Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman April turun 87 sen menjadi ditutup pada 66,63 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan April, turun 90 sen menjadi menetap pada 63,01 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Dolar AS naik setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bank sentral AS akan tetap menaikkan suku bunga secara bertahap. Dolar AS yang kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Pasar minyak telah menguat selama empat hari berturut-turut, sebelum mengalami kemunduran pada Selasa (27/2).
"Kami mendapat sedikit perpanjangan kenaikan - kami mendapat kenaikan harga lebih dari enam dolar AS per barel dalam minyak mentah selama waktu kurang dari dua minggu," kata Jim Ritterbusch, presiden perusahaan penasihat energi Chicago Ritterbusch & Associates.
Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bahwa data menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 2,7 juta barel pekan lalu. Kelompok industri American Petroleum Institute merilis data mingguannya pada Selasa (27/2) pukul 16.30 waktu setempat. Data Badan Informasi Energi AS (EIA) akan dirilis pada Rabu pagi waktu setempat.
Persediaan minyak mentah AS telah turun lebih dari 100 juta barel dalam 12 bulan ke level terendah dalam tiga tahun.
EIA akan merilis data bulanan mengenai pasokan minyak mentah pada Rabu waktu setempat, dimana para analis memperkirakan akan terjadi revisi kenaikan yang substansial terhadap produksi minyak AS, mungkin ke rekor sepanjang masa.
Produksi minyak AS yang melambung telah menekan harga minyak berjangka ketika anggota-anggota OPEC dan Rusia mengurangi produksi mereka dalam upaya untuk mendukung harga.
Amerika Serikat akan menyalip Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia pada 2019, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan pada Selasa (27/2).
"Pertumbuhan minyak serpih AS sangat kuat ... Amerika Serikat akan menjadi penghasil minyak nomor satu dalam waktu dekat," katanya.
Produksi AS adalah 10,27 juta barel per hari (bph), menurut data pemerintah pekan lalu, lebih tinggi dari angka terakhir untuk eksportir terbesar di dunia Arab Saudi dan sedikit di bawah Rusia. Namun angka mingguan tersebut dinilai kurang dapat diandalkan dibanding data bulanan yang dijadwalkan dirilis Rabu waktu setempat.
"Kemungkinan data bulanan akan menunjukkan produksi minyak mentah AS pada Desember sekitar 200.000-300.000 barel per hari di atas perkiraan dalam laporan mingguan," analis Petromatrix Olivier Jakob mengatakan dalam sebuah catatan, demikian Reuters.
(A026)
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018