Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi terkait dengan proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014 hingga 2017.
"Penyidik hari ini memeriksa tiga saksi dengan tersangka Arfan dan Zumi Zola di Polda Jambi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Senin.
Unsur saksi, antara lain, swasta atau pengusaha yang mengerjakan proyek di Bina Marga PUPR Provinsi Jambi.
"Materi pemeriksaan penyidik mendalami penerimaan-penerimaan yang diduga diterima oleh kedua tersangka Arfan dan Zumi Zola," ucap Febri.
Sementara itu, saat dikonfirmasi soal belum ditahannya Zumi, Febri menyatakan bahwa hal tersebut mengacu pada hukum acara yang berlaku.
"Nanti jika memang sudah terpenuhi unsur Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak tertutup kumungkinan penahanan bisa dilakukan. Ada alasan objektif, ada alasan subjektif juga dan juga ada pertimbangan diduga keras melakukan tindak pidana," ungkap Febri.
KPK telah menetapkan Zumi dan Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan sebagai tersangka tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait dengan proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014 s.d. 2017 pada tanggal 2 Februari 2018.
Zumi sendiri telah diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka terkait dengan kasus tersebut pada hari Kamis (15-2-2018).
Namun, dia lebih memilih irit bicara seusai diperika KPK.
"Bicara sama `lawyer` saya saja, ya, terima kasih," kata Zumi saat itu.
Gratifikasi yang diduga diterima Zumi dan Arfan adalah Rp6 miliar.
Tersangka Zumi baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016 s.d. 2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.
KPK pun saat ini sedang mendalami dugaan pemberian uang kepada Zumi dan Arfan terkait dengan proyek-proyek di Pemprov Jambi.
Zumi dan Arfan disangkakan Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidabna denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, tersangka Arfan selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR provinsi Jambi serta sebagai pejabat pembuat Komitmen merangkap Plt. Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan proyek-proyek di Dinas PUPR provinsi Jambi pada tahun 2014 s.d. 2017 dan penerimaan lain.
Kasus ini adalah pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada tanggal 29 November 2017 terhadap Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin, serta anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d. 2019 Supriono.
KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan Saifuddin. Artinya, Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda.
Total uang yang diamankan dalam OTT itu sebesar Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak pemprov.
Untuk memuluskan pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok".
Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan pemprov.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018