Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan mengakui adanya kelambatan dalam proses penyelesaian masuknya aset-aset asing/China dalam daftar aset negara seperti ditemukan BPK dalam audit LKPP 2006 karena faktor dokumentasi, klaim gugatan, serta ketidakcocokan mengenai harga."Kita terus melakukan proses penyelesaian aset-aset asing/china itu, tapi kan `it takes time`. Karena ini menyangkut pihak ketiga, ini sangat tergantung pada `willingness` pihak ketiga untuk selesaikan itu," kata Dirjen Kekayaan Negara Depkeu, Hadiyanto kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.Dia juga menolak anggapan bahwa instansinya tidak melakukan apapun untuk mempercepat masuknya aset-aset asing tersebut sebagai aset negara. "Pada intinya, ini sudah dilakukan pencatatan, cuma statusnya masih dalam proses penyelesaian," ujarnya.Ditanya tentang target Depkeu pada 2007, Hadiyanto menegaskan pihaknya tidak mau memasang target apapun. "Tunggu akhir tahun lah. 2007 kan baru enam bulan. Pokoknya yang besar-besar dulu saja diselesaikan," katanya. Dia menambahkan, upaya pemerintah untuk memasukkan aset-aset itu dalam daftar aset negara adalah menukar dengan aset atau bentuk lain, dan membayar kompensasi kepada pihak ketiga sehingga harus ada kecocokan harga. Sedangkan terhadap aset-aset eks asing/China yang tengah digugat oleh pemerintah China, Hadiyanto menegaskan pihaknya hanya bisa menunggu keputusan dari pengadilan. Sebelumnya, dalam audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2006, BPK menemukan adanya 942 aset yang belum tercatat dalam LKPP 2006, dengan jumlah terbesar berada di wilayah Surabaya (170 aset), Pontianak (149 aset) dan Sumatera Utara (139) aset. Sementara aset eks asing/China yang sudah tercatat mencapai 403 aset. Sedangkan 18 aset eks asing/China masih dalam proses gugatan pemerintah China, dimana sebagian besar berada di Jakarta, dan sisanya berada di Bogor, Banjarmasin, Medan, dan Ujung Pandang. Ke-18 aset tersebut tidak semuanya menjadi milik negara, karena sebagian kemudian dimiliki oleh individual.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007