Oleh Sudirman Batam (ANTARA News) - Dua puluh tahun yang lalu, seorang petugas TNI Angkatan Laut (AL) mengetuk pintu rumah Sri, dan jantung perempuan itu seperti berhenti berdetak ketika lelaki berbalut seragam TNI AL itu mengabarkan pesawat Nomad N22 P-817 yang dipiloti sang suami terjatuh di Perairan Mupur, Bintan Utara, Kepulauan Riau. Selama 20 tahun itu sejak kabar itu pula Sri terus berharap jenazah pangeran hatinya, Mayor Laut (P) Suwelo Wibisono ditemukan. Waktu yang terus bergulir tak menghapuskan harapannya. Asa untuk dapat membawa kerangka pahlawan hatinya ke tempat tinggal di Surabaya tidak pernah pupus. Harapan ibu tiga anak itu terjawab ketika pertengahan Juni, ia dihubungi Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut IV, Tanjungpinang, Laksamana Pertama Among Margono. "Nelayan menemukan bangkai kapal Nomad yang dipiloti Mayor Suwelo," kata Among kala itu. Sri bahagia. Ia berharap di dalam bangkai kapal yang ditemukan nelayan itu terdapat kerangka suaminya. Sri beserta dua dari tiga buah hatinya, Muhammad Ichya Rathadi dan Uqudiah Kafanilah Prisantianti, terbang untuk melihat pesawat tersebut. Mereka mengharapkan dapat melihat kerangka sang mayor yang dikabarkan berada di dalam bangkai pesawat yang jatuh 4 Mei 1987. Perjalanan panjang dari Surabaya ke Tanjungpinang menggunakan pesawat Casa milik TNI AL tidak membuatnya letih. Tanpa istirahat, ia meninjau lokasi jatuhnya pesawat dari udara menggunakan pesawat berjenis sama dengan yang pernah dikemudikan suaminya. Bagai mendapatkan tenaga cadangan, usai melihat lokasi dari udara, ia melanjutkan perjalanan menggunakan mobil ke Pantai Kawal, posko evakuasi pesawat dilakukan. Rasa haru terus menyelimuti hati wanita bernama lengkap Sri Indah Budayati itu. Penemuan badan pesawat Nomad N22 P-817 buatan Australia seperti memberikan semangat baru bagi perempuan berprofesi notaris itu. Dengan harap cemas, ia menanti tim evakuasi yang terdiri atas Dinas Penyelam Bawah Air (Dislambair) dan nelayan sekitar, di Pantai Kawal. Di hari pertama evakuasi, tim tidak menemukan kerangka Suwelo. Mendengar kabar itu, Sri terdiam. Mengeluarkan air mata, ia memeluk buah cintanya bersama Suwelo, Uke dan Icha. Seperti mengerti kondisi sang bunda, Uke memberikan semangat. "Ma, Insya Allah kerangka bapak bisa diketemukan," kata gadis bertitel dokter umum jebolan Universitas Hang Tuah Surabaya. Tak mengenal lelah, hari itu juga ia langsung menuju perairan Mapur, permukaan laut tempat bangkai pesawat ditemukan dengan menggunakan kapal cepat Basarnas Tanungpinang. Perjalanan menerjang gelombang pasang itu memakan waktu sekitar 40 menit. Ia bersama dua buah hatinya menaburkan bunga di tengah besarnya gelombang laut China Selatan yang terkenal penuh dengan misteri. Kenangan indah sekitar 10 tahun hidup bersama sang mayor kembali hadir saat bunga-bunga itu terlepas dari tangannya dan mengapung di laut. "Dulu, saya sering diajak terbang sama Bapak," katanya. Bagi Sri, Suwelo adalah lelaki terbaik yang pernah dikenalnya. Ayah yang perhatian dan sayang kepada anak dan istri. Setiap usai bertugas dan mengunjungi keluarga, Suwelo selalu menyempatkan diri bermain bersama ketiga putera-puterinya. "Bapak senang sekali mengajarkan anak-anak bersepeda," katanya. Ia terkenang kala pertama kali Suwelo mengajarkan Uke, si bungsu bersepeda. "Bapak sabar dan telaten mengajari Uke, sampai Uke bisa lancar bersepeda," katanya. Sesampainya di darat, Sri kembali bercerita. Kali ini tentang berartinya angka 20 bagi suaminya. "Bapak lahir tanggal 20, masuk Akabri angkatan ke-20, dan evakuasi kapal serta jenazah Bapak dilakukan setelah 20 tahun tidak ditemukan," katanya. Selama delapan hari, dengan sabar Sri menunggui evakuasi pengangkatan pesawat ke permukaan laut. Dengan sabar pula ia harus menahan diri dari keinginannya terjun langsung ke tengah laut tempat pengangkatan badan pesawat dilakukan karena cuaca buruk. TNI AL pun mengalami berbagai kendala saat pengangkatan, di antaranya satu dari lima balon yang diharapkan dapat mengapungkan badan pesawat bocor. Di hari ke delapan evakuasi, saat keinginan Sri ikut serta tim evakuasi memuncak, ia memaksa ikut serta. Cuaca pun mengizinkannya, gelombang kembali tenang, seakan-akan Suwelo ingin belahan hatinya hadir di tengah lokasi pengangkatan pesawat yang sang mayor kemudikan. Kehadiran Sri seperti menambah semangat tim evakuasi. Mereka berhasil mengangkat badan pesawat ke permukaan laut meski belum dapat dibawa ke daratan. Akhirnya, di hari kesembilan, tim evakuasi berhasil menyeret badan pesawat ke Pulau Mapur. Harapan Sri kembali memuncak, ia berdoa agar jenazah pujaan hati ditemukan di badan pesawat yang ditarik ratusan warga bersama marinir menggunakan tali dari bibir pantai. Demi memuaskan hati Sri, Komandan Lantamal, Among Margono memerintahkan anak buahnya memotong-motong badan pesawat mencari jenazah Suwelo. Jantung Sri berdegup keras saat tim melakukan pemotongan di hari kesepuluh evakuasi. Sayang, Sri harus mengubur asanya dalam-dalam, karena tim gagal menemukan kerangka ayah tiga anak itu di dalam badan pesawat yang terpotong menjadi tiga bagian. Tim hanya menemukan jam tangan Suwelo di ruang kopit. Meski begitu, Sri tetap bersyukur karena tim TNI AL berhasil menemukan kerangka pesawat yang membawa ajal suaminya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007