Semarang (ANTARA News) - Partai Solidaritas Indonesia membuktikan bahwa generasi milenial tidak antipolitik sebagaimana persepsi umum yang berkembang di masyarakat selama ini.

"Dari penjaringan calon anggota legislatif (caleg), ada 1.155 orang yang mendaftar, 60 persennya adalah generasi milenial," kata Ketua Umum DPP PSI Grace Natalie di Semarang, Jumat.

Menurut dia, selama ini berkembang anggapan bahwa generasi milenial tidak suka politik yang ternyata tidak selamanya benar dengan pendaftaran yang dibuka untuk gelombang pertama itu.

Ia menyebutkan generasi milenial yang lahir mulai 1980-2000 banyak yang mendaftar penjaringan caleg PSI pada gelombang pertama yang kebanyakan merupakan kalangan profesional.

"Ada yang berprofesi sebagai arsitek, dokter gigi, guru, teknisi, penulis, lawyer, dan sebagainya. Artinya bahwa generasi milenial enggak suka politik ternyata enggak benar juga," katanya.


Baca juga: PSI target galang Rp1 triliun hadapi pemilu

Selain itu, kata dia, 30 persen pendaftar merupakan generasi X atau Gen-X, sementara sisanya adalah baby boomers, yakni generasi senior yang lahir di bawah 1960-an.

Dia mengakui keberadaan kalangan profesional untuk memperkuat politik diperlukan sekarang ini, terutama mereka yang sudah teruji dalam bidangnya yang terus didorong terjun berpolitik.

Yang jelas, kata dia, seleksi caleg PSI dilakukan secara transparan dan rasional dengan menghadirkan juri independen dari berbagai bidang, seperti Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, dan Seto Mulyadi.

"Untuk target, kami memasang target memperoleh minimal 20 persen sesuai `presidential threshold`. Harapannya, pada Pemilihan Umum 2024 bisa mengajukan calon presiden sendiri," kata Grace.


Baca juga: Lolos Pemilu 2019, PSI: seperti mimpi

Seorang kader PSI Dini S Purwono mengaku sebelumnya adalah orang yang antipolitik dan kerap alergi dengan partai politik, tetapi sekarang justru tertarik dengan visi-misi PSI.

"Dulu saya orang yang antipolitik. Denger parpol alergi, ngapain ke sana? Namun saya tertarik dengan konsep PSI yang rasional, transparan, dan meritokrasi," kata bakal caleg DPR dari PSI itu.

Praktisi hukum jebolan Harvard Law School itu, menegaskan negara tidak akan maju jika yang duduk dalam pemerintahan sebagai penentu kebijakan bukan putra-putri terbaik bangsa.

"Lihat saja Singapura, Korea Selatan, dan Tiongkok. Mereka yang duduk di pemerintahan itu orang-orang terbaik. Reformasi peradilan enggak akan jalan kalau parlemen enggak bersih," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018