Hal itu disampaikan oleh Garin Nugroho kepada 30 finalis kontes Putra Putri The Natsepa (PPTN) di workshop "Budaya Milenial Untuk Produktivitas", di Ambon, Jumat.
"Inilah budaya kita saat ini. Salah satu contohnya adalah Syahrini, dia bagian dari budaya milenial yang sedang berkembang di Indonesia," katanya.
Garin mengatakan Syahrini adalah entertainer Indonesia yang bisa dikatakan fenomenal, ucapan-ucapannya yang tak biasa sering dijadikan jargon oleh masyarakat dan viral di media sosial.
Kendati hanya ucapan yang kadang terdengar nyeleneh, tapi menurut dia, Syahrini mampu menciptakan sesuatu yang baru dan diikuti oleh banyak masyarakat, terutama generasi muda.
Baca juga: Deretan karya sineas muda Asia Tenggara di Festival Film Tokyo
Baca juga: Di balik sensasi Syahrini
Sebagaimana era berkembang, hal tersebut juga merupakan bagian dari nilai-nilai paradoks zaman yang produktif dan juga tidak. Perubahan nilai terjadi seiring perubahan waktu.
"Coba ingat-ingat berapa kata-kata dia yang viral, seingat saya ada sekitar 12 kata-kata Syahrini yang viral di media sosial," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya lagi, bangsa yang beradab adalah mampu menciptakan selera, bukan mencontohi dan menambahkannya, terlebih lagi hanya yang meniru.
Industri hiburan tanah air, menurut Garin, sejak dulu sudah punya kecenderungan mencangkok dan meniru apa yang sudah ada, tak terkecuali dunia perfilman.
Baca juga: Garin Nugroho ungkap tantangan membuat film hitam putih
Baca juga: Julie Estelle kerjasama perdana dengan Garin Nugroho
Ia mencontohkan film pada masa Hindia-Belanda, "Terang Boelan" yang rilis pada 1937. Kendati filmnya mengisahkan warga pribumi, tapi kostum dan musik yang digunakan tidak mencirikan demikian.
"Orang Indonesia sudah fasih meniru. Lihat saja film 'Terang Boelan', kostum dan musik yang digunakan lebih kepada masyarakat Pasifik dengan musik hawaian, tapi film itu tenar pada masanya," katanya.
Ia mencontohkan film pada masa Hindia-Belanda, "Terang Boelan" yang rilis pada 1937. Kendati filmnya mengisahkan warga pribumi, tapi kostum dan musik yang digunakan tidak mencirikan demikian.
"Orang Indonesia sudah fasih meniru. Lihat saja film 'Terang Boelan', kostum dan musik yang digunakan lebih kepada masyarakat Pasifik dengan musik hawaian, tapi film itu tenar pada masanya," katanya.
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018