Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, M.S. Hidayat, menilai Daftar Negatif Investasi (DNI) yang aturannya telah diterbitkan, masih mengandung beberapa hal yang tidak jelas ("grey area") dan memungkinkan terjadinya praktek bisnis ilegal.
"Misalnya, untuk jasa logistik. Itu masuk sektor jasa atau perhubungan/transportasi? Menurut aturan internasional, itu (logistik) masuk sektor transportasi. Itu mesti diperjelas lagi. Kami usulkan itu masuk di sektor transportasi, sesuai dengan hukum internasional," kata Hidayat usai sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2007 dan Nomor 77 Tahun 2007 di Jakarta, Rabu.
Dua Perpres itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Perpres Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal terdiri dari 10 Bab dan 17 Pasal.
Sedangkan Perpres Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan (DNI) terdiri dari 7 pasal dengan lampiran-lampiran bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
Selain bidang usaha jasa logistik, Hidayat juga mempertanyakan adanya aturan kepemilikan saham 50 persen oleh asing yang dinilai akan mendorong terjadinya praktek bisnis ilegal.
"Itu tidak bisa dilakukan, karena kalau ada pengambilan keputusan melalui voting tidak akan bisa. Akhirnya kalau aturannya begitu, mereka akan melakukan transfer saham di bawah meja," ujarnya.
Menurut Hidayat, lebih baik pemerintah tegas mendorong mayoritas kepemilikan asing atau lokal dengan batasan persentase yang lebih besar.
Beberapa bidang yang diatur kepemilikan saham asing dan lokal masing-masing 50 persen antara lain membuka galeri dan pendirian rumah sakit.
Selain itu, Hidayat juga meminta pemerintah untuk segera menyiapkan aturan untuk pemberian insentif investasi.
Meski pemerintah telah menerbitkan, Peraturan Pemerintah Nomor I tahun 2007 tentang fasilitas Pajak Penghasilan bagi investasi di sektor dan daerah tertentu, Hidayat menilai itu belum cukup.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007