Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui sulitnya memindahkan guru dari daerah satu ke daerah lain sejak era otonomi.
"Permasalahan guru yang utama adalah pemerataan. Di kota jumlah guru berlebih sementara di daerah justru kekurangan guru. Sejak era otonomi, memindahkan guru antarkabupaten sulitnya setengah mati," ujar Sekretaris Jenderal Kemdikbud, Didik Suhardi, di Jakarta, Jumat.
Meskipun sudah ada surat keputusan bersama (SKB) lima menteri yang membahas mengenai distribusi guru pada 2011, namun belum bisa mengatasi persoalan pemerataan guru.
SKB lima menteri tersebut ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama.
"Pemerintah pusat sudah mengeluarkan aturan untuk mendorong redistribusi guru. Namun persoalannya adalah guru itu milik pemerintah kabupaten/kota. Jadi ketika dipindahkan maka gajinya juga pindah," tambah dia.
Seharusnya antarkabupaten/kota saling berkoordinasi jika mengalami permasalahan kekurangan atau kelebihan guru. Untuk distribusi guru SMA/SMK, lanjut dia, justru lebih baik dibandingkan guru SD dan SMP. Hal ini dikarenakan guru SMA/SMK berada dibawah pemerintah provinsi, sehingga perpindahan antarkabupaten/kota menjadi lebih mudah.
Rasio guru dan murid di Tanah Air mencapai 1:16. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan rasio guru dan murid di Singapura yang hanya 1:44. Didik menjelaskan hal itu jika termasuk guru honorer yang juga mengajar di sekolah negeri.
Akan tetapi khusus untuk guru PNS yang mengajar di sekolah negeri sendiri memang mengalami kekurangan.
Sementara itu, pemerhati pendidikan Indra Charismiadji meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pengangkatan guru honorer pada tahun ini karena rasio guru dan murid yang dirasa sudah cukup.
Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018