"Jadi meskipun tidak berdampak langsung (terhadap penegakan dan perlindungan HAM), tetapi bisa dilihat sebagai sebuah upaya untuk memajukan HAM di Indonesia," kata Sandra di Jakarta, Kamis.
Kunjungan Al Hussein selama beberapa hari di Indonesia pada awal Februari lalu untuk berdialog dengan Presiden Joko Widodo, lembaga HAM nasional, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil atas undangan pemerintah RI dianggap menarik karena Indonesia secara berani dan terbuka menunjukkan sikap untuk siap dilihat situasi dan persoalan menyangkut HAM.
Rekomendasi yang disampaikan Al Hussein terhadap sejumlah isu HAM di Indonesia seperti revisi KUHP, LGBT, isu Papua, dan pelanggaran HAM berat masa lalu, menurut dia, memang tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi mengingat sifat HAM yang universal, mekanisme internasional dan nasional tetap memiliki keterkaitan.
Terlebih Indonesia, kata Sandra, selalu ingin menunjukkan kinerja di PBB sebagai suatu negara yang cukup demokratis dan menghormati HAM.
"Memang rekomendasi komisioner tinggi tidak akan setegas kalau ada pelapor khusus yang datang ke Indonesia karena rekomendasi komisioner sifatnya lebih umum. Tetapi yang menarik kemarin untuk pertama kali Indonesia memperbolehkan utusan dari PBB untuk ke Papua jadi ini salah satu kemajuan juga," kata Sandra.
Meski diplomasi HAM yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dinilai positif, bukan berarti Indonesia sudah sempurna menjadi negara yang menghormati dan melindungi HAM.
"Masih banyak persoalan yang kita hadapi dan Indonesia harus bisa menunjukkan iktikad dan upaya untuk terus bisa memperbaiki kondisi HAM," tutur Sandra.
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018