"Kami akan perbanyak membuat sekat kanal dan sumur bor agar lahan menjadi basah sehingga pada musim kemarau tidak cepat kering," kata Kepala BRG Nazie Foead di Jakarta, Kamis.
BRG tahun ini akan membuat lebih banyak sekat dari tahun lalu karena tahun ini curah hujan diperkirakan lebih rendah, dan melakukan pemantauan.
"Jadi kalau muka airnya sudah turun terus kami akan laporkan ke BMKG, jika hujan belum turun juga hingga minggu depannya maka wilayah tersebut bisa masuk ke dalam zona bahaya, setelah itu kami akan sampaikan ke satgas untuk mewaspadai daerah tersebut," kata dia.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya menyatakan sembilan wilayah berpotensi tinggi mengalami kebakaran hutan dan lahan, karena curah hujan yang rendah.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengatakan di Indonesia beberapa wilayah sudah menunjukkan hampir 20 hari tidak ada hujan sehingga kebakaran hutan dan lahan berisiko terjadi.
Dia menjelaskan daerah dengan kategori mudah hingga sangat mudah terbakar meliputi sebagian wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
BMKG mencatat titik panas yang terpantau sejak 1-18 Februari 2018, paling banyak di Kalimantan Barat (52 titik panas), disusul Riau (35 titik panas), serta Aceh (lima titik), Kepulauan Riau (lima titik), Sumatera Barat (lima titik), Bangka Belitung (satu titik), dan Sumatera Selatan (satu titik).
Selain itu ada dua titik panas di Bengkulu, tiga di Kalimantan Tengah, enam di Sulawesi Selatan dan delapan di Sulawesi Tengah.
Herizal menjelaskan, hingga akhir Januari 2018 hampir semua wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan, hanya 0,9 persen yang masih mengalami musim kemarau yakni sebagian daerah di Jawa, Sulawesi dan Maluku.
Sampai awal Februari 2018, sebagian besar Sumatera dan Kalimantan bagian barat dan utara, Sulawesi bagian tengah NTT, Maluku dan Papua curah hujan di bawah normal.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018