Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Pengamat ekonomi di Riau, Dr Viator Butarbutar, mengatakan, berdasarkan data BPS Riau menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi Riau turun drastis pada periode 2014-2017.

"Padahal pertumbuhan ekonomi pada 2011 masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 5,57 persen, namun pada 2014 turun jauh menjadi 2,62 persen," kata dia, di Pekanbaru, Kamis.

Menurut dia, penurunan angka pertumbuhan terutama di sektor primer, khususnya sub sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan migas. Tetapi terlihat kecenderungan kelesuan pada sektor hotel dan restoran serta jasa keuangan dan asuransi.

Ia mengatakan, khusus kondisi pada 2014-2015, hal sangat mengkhawatirkan telah terjadi. Sektor pertanian mengalami pelambatan pertumbuhan year on year, pada triwulan I. Pada triwulan III malah telah bertumbuh negatif (kontraksi) sebesar ? 9,37 persen.

"Pukulan terberat Riau adalah dialami sektor pertambangan yang turun absolut drastis, dari nilai PDRB sekitar Rp70 triliun pada triwulan I pada 2014, menjadi Rp48 triliun pada triwulan I 2015,"katanya.

Pada triwulan III 2015, katanya, sektor pertambangan penggalian juga tumbuh negatif sebesar 5,94 persen. Pada triwulan II, kecenderungan yang sama kembali terlihat pada angka pertumbuhan y on y untuk sektor perdagangan.


Akan tetapi, katanya, pada triwulan III justru terjadi sedikit perbaikan dengan pertumbuhan positif. Uniknya, sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan baik mencapai 6,93 persen pada triwulan III dibandingkan triwulan II dan pertumbuhan year on year mencapai 4,15 persen.

Kondisi Triwulan IV 2015, katanya, telah membantu kinerja ekonomi tahunan dan menghindarkan perekonomian Riau dari kontraksi (pertumbuhan negatif), tetapi pertumbuhannya sangat rendah yaitu 0,22 persen. Namun pada tahun 2016 hanya naik tipis

"Pada tahun 2016 perekonomian Riau seyogyanya telah membaik dan pulih dengan pertumbuhan tinggi setelah anjlok pada 2015. Kenyataannya, data BPS menunjukkan, Riau hanya menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 2,27 persen, jauh di bawah pertumbuhan angka nasional yang mencapai 5,02 persen,"katanya.

Pertumbuhan positif dialami oleh sektor pertanian, manufacturing dan perdagangan. Tetapi pertumbuhan negatif tetap terjadi untuk sektor pertambangan dan penggalian, yang secara signifikan mempengaruhi kinerja perekonomian keseluruhan.

"Ketika diteliti berdasarkan pengeluaran sangat jelas terlihat bahwa rendahnya angka pertumbuhan ini dibandingkan angka nasional dan daerah daerah lain di Indonesia antara lain adalah disebabkan anjloknya kinerja ekspor Riau,"katanya.

Ia menyebutkan, saat secara nasional Indonesia berhasil meningkatkan kinerja ekspor, Riau malah mengalami penurunan substansial, dari Rp262 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp172 triliun pada tahun 2016, atas dasar harga berlaku. Kalau digunakan angka harga konstan, terlihat bahwa pertumbuhan negatif mencapai 15,3 persen untuk 2015-2016.

Sementara itu, kondisi ekonomi Riau 2017 ternyata juga tidak membaik justru jauh di bawah angka regional maupun nasional. Pertumbuhan ekonomi Riau pada semester I hanya 2,62 persen dibandingkan keadaan semester I tahun 2016 (year on year).

"Kendatipun kinerja ekspor agak membaik dan konsumsi menguat, ternyata hanya mampu bertumbuh 2,71 persen.


Angka ini jelas jauh dibawah angka pertumbuhan ekonomi keseluruhan Pulau Sumatera yaitu 4,30 persen, Kalimantan sebesar 4,33 persen, Pulau Jawa sebesar 5,61 persen, pulau Sulawesi mencapai 6,99 persen dan Nasional (Indonesia) sebesar 5,09 persen.

Artinya, dari angka angka pertumbuhan dikemukakan di atas, terlihat pertumbuhan rata-rata untuk periode 2014-2017 adalah di bawah dua persen. Malah kalau kita fokuskan ke periode 2015-2017, rata-rata pertumbuhan hanya 1,73 persen.

"Kondisi ini menggambar bahwa pertumbuhan ekonomi Riau itu menjadi pertumbuhan ekonomi terburuk sepanjang sejarah perekonomian Provinsi Riau," katanya.

Pewarta: Frislidia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018