Jakarta (ANTARA News) - PT Portanigra tidak akan mengeksekusi lahan kompleks DPR yang berada di Meruya Selatan, Jakarta Barat, menyusul adanya kesepakatan damai antara PT Portanigra dengan Sekretariat Jenderal DPR . "Lokasi mereka (kompleks DPR -red) tidak dalam penetapan eksekusi. Ada jaminan dari kami tidak akan ada eksekusi," kata Kuasa hukum PT Portanigra, Yan Yuanda, di Jakarta, Rabu. Kesepakatan damai antara perusahaan yang mengklaim sebagai pemilik lahan di Meruya Selatan dengan DPR itu terjadi pada 28 Juni 2007. Kesepakatan damai itu juga telah menjadi putusan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2 Juli 2007 yang lalu. Dengan adanya putusan tersebut, maka gugatan perlawanan yang diajukan Sekretariat Jenderal DPR dalam kasus sengketa tanah di Meruya Selatan yang tertuang dalam nomor perkara 180/Pdt.G/2007/PN. JKT.BAR dinyatakan selesai. Melalui kesepakatan damai itu, kata Yan Yuanda, maka warga yang tinggal di kompleks DPR seluas tujuh hektar itu terbebas dari penetapan eksekusi. Secara administratif, warga yang menempati kompleks DPR itu termasuk warga RT 06 sampai RT 13, RW 02 Meruya Selatan. Secara detail, kompleks DPR yang bukan merupakan obyek eksekusi adalah kompleks DPR I seluas 13.705 meter persegi dengan sertifikat hak pakai nomor 184/Meruya Selatan, Kompleks DPR II seluas 36.960 meter persegi dengan sertifikat hak pakai 183/Meruya Selatan. Kemudian kompleks DPR III seluas 10.800 meter persegi dengan 48 lembar sertifikat hak milik, dan kompleks DPR IV seluas 8.672 meter persegi dengan sertifikat hak pakai nomor 182/Meruya Selatan. Portanigra berketatapan hanya akan mengeksekusi lahan dengan sertifikat yang dikeluarkan setelah 1997. Sedangkan tanah bersertifikat sebelum 1997 tidak akan dieksekusi. Khusus untuk kompleks DPR , kata Yan, semua tanah baik yang bersertifikat sebelum 1997 maupun sesudah 1997 tidak akan dieksekusi. Namun demikian, pihak yang tinggal di kompleks tersebut dengan sertifikat setelah 1997, harus menunjukkan sertifikat tersebut agar tidak dieksekusi. Menurut Yan Yuanda, kesepakatan damai dengan DPR dilakukan atas kesadaran bahwa PT Portanigra dan warga adalah sama-sama korban dari ketidakcermatan sejumlah pihak yang menerbitkan sertifikat di atas tanah yang bersengketa. Untuk itu, Yan akan terus mengusahakan kesepakatan damai itu bisa diikuti semua warga Meruya Selatan, sehingga sengketa tanah tersebut bisa diselesaikan dengan cara yang menguntungkan semua pihak. Meski mengaku menjadi korban dari ketidakcermatan instansi pertanahan, PT Poranigra belum ada rencana pasti untuk melakukan gugatan hukum. Namun demikian, pada dasarnya pihaknya bersedia bekerja sama dengan rakyat dan DPR untuk menuntut tanggung jawab atas ketidakcermatan tersebut. "Masalah ini muncul kan karena ketidakcermatan itu," katanya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007