Ditemui usai seminar "Quo Vadis Ekonomi Digital Indonesia" di Jakarta, Rabu, Bambang mengatakan untuk memeroleh pekerja dengan level menengah tinggi diperlukan sertifikasi yang berbasis kompetensi.
Sertifikasi tersebut bisa diperoleh melalui pendidikan vokasi yang basisnya bukan pendidikan formal, misalnya balai latihan kerja (BLK). Hal tersebut dilakukan supaya nanti pemberi kerja bisa mendapatkan tenaga kerja yang memiliki standar keterampilan yang jelas.
Bambang juga mengatakan para pekerja yang mendapatkan sertifikasi kompetensi tertentu tidak perlu khawatir tidak terserap dunia kerja karena mereka akan masuk kategori pekerjaan yang tidak mudah digantikan oleh otomatisasi.
"Akhirnya nanti kita bisa mengurangi pengangguran yang terjadi akibat digitalisasi itu, dengan menciptakan tenaga kerja yang nanti bisa masuk ke pasar kerja di era digital," kata dia.
Kebijakan strategis lain untuk meningkatkan pekerja terampil dilakukan melalui penambahan kurikulum pelatihan serta mendorong pelatihan berbasis kompetensi dan magang.
"Kurikulum harus disesuiakan, namun yang paling penting harus ada pemagangan baik guru maupun siswa supaya kesenjangan terhadap pasar kerja dan pendidikan semakin kecil," ucap Bambang.
Ia mengatakan bahwa disrupsi atau gangguan di pasar kerja akibat ekonomi digital menyebabkan 52,6 juta (51,8 persen) pekerjaan di Indonesia berpotensi digantikan otomatisasi.
Pekerjaan yang terdampak digitalisasi ekonomi antara lain akuntan, buruh, pandai besi, pegawai administrasi, petugas gudang, kasir, hingga penjaga tiket.
Bambang juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa pekerjaan yang masih tetap akan dibutuhkan di masa depan, antara lain desainer, koki, guru, dosen, dokter, arsitek, teknisi, serta seniman kreatif dan pertunjukkan.
Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018