"Saya minta maaf sebesar besarnya kepada warga Surabaya dan ibu wali kota, sehingga terjadi peristiwa ini," kata Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto saat menggelar jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu.
Menurut dia, kejadian tersebut murni dari sikap dan tindakan pribadinya sendiri dan tidak ada kaitannya dengan institusi atau lembaga.
"Kalau memang ada yang dipersalahkan itu murni pribadi saya. Tidak terkait dengan kelembagaan, institusi, apalagi melecehkan institusi dan sebagainya. Itu semata mata reaksi saya secara pribadi," katanya.
Ia menjelaskan bahwa rapat dengar pendapat di Komisi A adalah membahas penertiban rumah warga di Medokan Semampir. Irvan mengatakan pihaknya jauh hari sudah melakukan sosialisasi dua kali kepada warga terdampak di kelurahan Medokan Semampir.
"Kita menjelaskan tentang status, kedudukan, hukum dan menjelaskan bahwa di situ ada aset pemkot yang dibuktikan dengan sertifikat. Hal itu seperti yang dijelaskan Yayuk (Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan tanah) tentang batas mana yang pasti ," katanya.
Kasatpol PP menambahkan sehingga agenda rapat terakhir di kantor kelurahan Medokan Semampir adalah menyepakati menentukan kapan Badan Pertanahan nasional (BPN) Surabaya melakukan penandaan batas.
"Jadi, sekali lagi, kami sama sekali dalam rapat tidak berbicara tentang penertiban apalagi bahasa kasarnya penggusuran. Kami belum sampai kesana dan itu bisa dibuktikan," katanya.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya pihaknya menyikapi perseteruan antara Armuji dan Irvan Widyanto itu. "Ketua DPRD itu adalah simbol lembaga DPRD, kalau diperlakukan seperti itu oleh Kasatpol PP, ini sudah masuk kategori melecehkan," katanya.
Menurut dia, sikap dan tindakan Kasatpol-PP di ruang Komisi A dinilainya kurang terpuji bahkan dianggap sebagai tindakan pelecehan terhadap lembaga DPRD, mengingat jabatan Armuji adalah ketua.
Oleh karena itu, pihaknya akan membawa perseteruan ini ke rapat fraksi. "Apalagi Pak Armuji sebagai kader PDIP dan juga penasihat Fraksi PDIP," katanya.
Percekcokan tersebut bermula saat Armuji mengkritisi kebijakan pemerintah kota yang menggusur hunian warga yang berdiam di atas aset pemerintah kota, dan akan dipergunakan untuk perluasan makam.
Hal itu dikarenakan penggusuran yang dilakukan seringkali tanpa disertai solusi menempatkan mereka di rumah susun terlebih dahulu. "Sebelumnya (penggusuran) warga keputih sampai sekarang belum ada realisasinya. Kalau di Romokalisasri, mereka kerjanya di Keputih," kata Armuji.
Armuji menegaskan semestinya pemerintah kota melibatkan kalangan dewan, sebelum melakukan penertiban karena kalangan dewan merupakan wakil rakyat.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018