Ini kartu korporat, kartu uang negara, bukan kartu milik nenek moyang, bukan kartu suami dan bukan kartu istri. Yang digesek adalah uang rakyat, jadi gunakan secara `prudent`. Dengan demikian kita semakin memperbaiki Republik Indonesia."

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan satuan kerja di kementerian dan lembaga akan mengoptimalkan penggunaan kartu kredit untuk mendukung modernisasi sistem pembayaran pelaksanaan belanja APBN.

"Kami harapkan kementerian lembaga telah memegang kartu kredit korporat sehingga penggunaan anggaran menjadi lebih `cashless` dan akuntabel," katanya dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran 2018 di Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani mengatakan kartu kredit itu akan dimanfaatkan mulai Tahun Anggaran 2018 sebagai metode baru dalam pembayaran agar belanja kementerian dan lembaga menjadi lebih transparan dan terpantau oleh publik.

"Semua jadi tahu kartu itu digesek untuk apa dan di mana, tidak perlu lagi membuat kuitansi. Ini akan menjadi bentuk studi paling bagus, karena universitas di Indonesia bisa mengakses data itu dan menganalisa perilaku kementerian lembaga," katanya.

Ia mengharapkan para Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) bisa memanfaatkan tanggung jawab yang diberikan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, karena kartu kredit tersebut merupakan uang negara, bukan milik pribadi.

"Ini kartu korporat, kartu uang negara, bukan kartu milik nenek moyang, bukan kartu suami dan bukan kartu istri. Yang digesek adalah uang rakyat, jadi gunakan secara `prudent`. Dengan demikian kita semakin memperbaiki Republik Indonesia," kata dia.

Sri Mulyani meminta kerja sama penggunaan kartu kredit dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) itu bisa dilakukan dengan aman agar tidak rentan terhadap penyalahgunaan dan dimanfaatkan secara efektif untuk kepentingan negara.

"Mohon supaya keamanan kartu kredit dijaga, karena pengalaman kerja di Bank Dunia, begitu kartu kredit dipakai di tempat tidak biasa, lebih dari satu transaksi, maka kartu kredit itu dibekukan. Kami khawatir kalau tidak ada keamanan seperti itu, takutnya akan disalahgunakan," katanya.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono menambahkan plafon penggunaan kartu kredit itu berkisar Rp50 juta-Rp200 juta. Perbankan bisa menagih kelebihan ke Kementerian Keuangan, kalau sudah melewati batas plafon.

"Satuan kerja ini ada yang kecil dan besar, kalau yang besar batasnya Rp200 juta. Kalau sudah habis ditagihkan ke Kemenkeu, kemudian diisi lagi. Selama ini, uang persediaan diambil `cash`, padahal belum tentu terpakai. Penggunaan kartu kredit ini agar uangnya benar-benar dipakai," kata dia.

Ia menambahkan saat ini baru 500 satuan kerja yang memanfaatkan penggunaan kartu kredit untuk kepentingan pembayaran sejak proyek tersebut diujicobakan di Kantor Presiden, KPK, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sosial pada 2017.

"Penggunaan kartu kredit ini nanti tergantung pada satuan kerja di kementerian lembaga. Ini pelan-pelan, tidak bisa langsung sekaligus. Sekarang semua tergantung kesiapan di masing-masing kementerian lembaga," kata Marwanto.

Ia mengharapkan sistem nontunai itu bisa meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran dan meminimalisasi risiko dari uang tunai, terutama ketika KPA melaksanakan belanja operasional maupun melakukan perjalanan dinas.

Secara keseluruhan, penggunaan kartu kredit itu terlaksana melalui komitmen antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Himbara, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN untuk meminimalisasi penggunaan uang dalam transaksi keuangan negara.

Tujuan lain penggunaan kartu kredit pemerintah adalah untuk meningkatkan keamanan dalam bertransaksi serta mengurangi potensi "fraud" dari transaksi nontunai dan mengurangi "cost of fund" atau dana menganggur dari penggunaan uang persediaan.

Selain itu, modernisasi serupa juga dilakukan pemerintah melalui penggunaan aplikasi e-SPM secara bertahap pada 2018 agar kementerian dan lembaga tidak lagi wajib hadir ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Secara keseluruhan, simplifikasi itu merupakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pelaksanaan anggaran agar dapat lebih mudah dan cepat dengan tetap mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018