Jakarta (ANTARA News) - Calon hakim agung Mahdi Soroinda Nasution dalam uji kelayakan yang digelar di DPR menengarai seringnya hakim agung mengadakan perjalanan ke luar negeri sebagai penyebab tumpukan perkara di Mahkamah Agung (MA). Pada uji kelayakan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung itu mengatakan hakim di tingkat bawah sering mempertanyakan perjalanan luar negeri pimpinan mereka di MA itu. "Baru-baru ini kami dengar ada lagi yang ke Pakistan. Kadangkala kami katakan, kapan mereka putus perkara kalau jalan-jalan ke luar negeri terus?" ujar Mahdi. Ia menambahkan, hakim di pengadilan bawah juga sering mempertanyakan apakah tumpukan perkara di MA itu disebabkan seringnya perjalanan hakim agung ke luar negeri. "Apakah salah satu sebab bertumpuknya perkara karena itu? Saya dengar, tumpukan perkara yang ada sekarang 20 ribu. Itu yang tercatat, masih ada yang tidak tercatat yang tersimpan di lemari. Kami dengar juga soal itu," tuturnya. Pada uji kelayakan, Mahdi diminta klarifikasinya oleh Komisi III soal harta kekayaannya yang mencapai Rp6 miliar. Mahdi menjelaskan asal kekayaannya itu dari warisan orang tuanya yang mantan hakim agung dan kemudian memiliki kantor pengacara sendiri. Saat ditanya soal pendapatnya tentang Komisi Yudisial (KY), Mahdi mengatakan ia setuju dengan adanya KY sebagai lembaga pengawas eksternal hakim. Namun, ia tidak setuju apabila KY bisa memeriksa putusan hakim. Menurut dia, KY seharusnya memiliki dokumen tersendiri dalam menangani laporan pengaduan masyarakat, bukan hanya memeriksa putusan hakim. Sebelum Mahdi, ahli pidana dari Universitas Padjajaran, Komariah Enong Sapardjaja, mendapat giliran menjalani uji kelayakan. Komariah yang bergelar profesor itu menyatakan keprihatinannya dengan kondisi pengetahuan hakim yang sangat minim saat ini. Akibat bekerja mekanis hanya memutus perkara saja, Komariah berpendapat, hakim kemudian tidak lagi membaca buku dan tidak mengikuti perkembangan hukum yang ada. Ia menyarankan agar kepada hakim selalu diberi kesempatan untuk bersekolah lagi. Komariah menyatakan motivasinya untuk menjadi hakim agung karena selama ini ia telah berupaya memperbaiki kondisi hukum Indonesia dari luar lingkaran pengadilan, tetapi ternyata tidak didengar. "Saya sudah sering membuat kritik UU dan anotasi yurisprudensi, tetapi suara saya yang kecil ini rupanya tidak terdengar. Mungkin, jika saya masuk ke dalam sistem, saya bisa berbuat lebih banyak lagi," tuturnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007