"Ya, seperti sopir angkot mengejar setoran. Yang penting pekerjaan selesai, tanpa mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpangnya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Selasa pagi.
Penegasan tersebut terkait dengan robohnya bekisting pierhead Tol Becakayu di dekat Pintu Tol Becakayu itu dan menyebabkan tujuh orang mengalami luka dan sudah dievakuasi ke Rumah Sakit UKI, Selasa pagi sekitar pukul 03.00 WIB.
Menurut Tulus, kecelakaan konstruksi terhadap proyek infrastruktur yang terjadi secara beruntun, dengan puluhan korban melayang, membuktikan hal itu.
"Kecelakaan konstruksi terjadi sebagai terbukti karena kegagalan konstruksi (construction failure). Ini membuktikan proyek konstruksi tersebut tidak direncanakan dengan matang dan atau pengawasan yang ketat dan konsisten," katanya.
Oleh karena itu, kata Tulus, pihaknya menyampaikan kritik keras dan mendesak pemerintah untuk membentuk tim investigasi independen dengan tugas utama melakukan forensik engineering.
Hal itu untuk menyimpulkan apakah yang terjadi merupakan kegagalan dalam perencanaan konstruksi, kegagalan dalam pelaksanaan konstruksi, atau kegagalan dalam pengawasan konstruksi.
"Tim investigasi dimaksud sangat mendesak untuk mengaudit ulang terhadap proyek infrastruktur yang sedang berjalan," katanya.
Tulus juga menegaskan, jangan sampai proyek infrastruktur tersebut mengalami kegagalan konstruksi berulang saat digunakan konsumen.
"Kita bisa bayangkan, korban massal akan terjadi jika kecelakaan konstruksi tersebut terjadi saat digunakan konsumen," kata Tulus.
Proyek Jalan Tol Becakayu merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk mulai 2014 dengan nilai kontrak Rp7,23 triliun dan memiliki panjang ruas 11 km.
Baca juga: Tiang pancang tol Becakayu ambruk, korban dilarikan ke RS UKI
Baca juga: Waskita: kecelakaan Becakayu bukan akibat robohnya tiang pancang
Baca juga: Tiang girder Tol Becakayu ambruk, lalu lintas sekitar padat
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018