Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) pada Senin (2/7) menuduh pasukan khusus Iran menggunakan milisi Hizbullah Syi`ah Lebanon untuk melatih para ekstrimis Irak dan merancang penyerangan yang menewaskan lima tentara AS dalam tahun ini.
Brigjen Kevin Bergner dari AS mengatakan kepada wartawan bahwa pasukan Al-Qudus, satu kesatuan Pengawal Revolusi Iran, dan Hizbullah telah melakukan operasi gabungan di kamp-kamp dekat Teheran, di mana mereka melatih para pejuang Irak sebelum dikirimkan kembali ke Irak untuk melakukan serangan-serangan.
Bergner mengatakan, Pasukan Al Qudus memasok `kelompok-kelompok istimewa` dari militan Syi`ah di Irak dan dana senilai lebih dari tiga juta dolar sebulan selain senjata-senjata.
Dia juga mengatakan, pasukan pimpinan AS telah menangkap seorang militan senior Hizbullah, Ali Musa Daqduq, yang melatih para ekstrimis Irak di Iran untuk melakukan penyerangan-penyerangan di Irak, dan menunjukkan dokumen-dokumen serta nama 21 militan yang didukung Iran yang menangkap atau membunuh saat beroperasi di seluruh Irak.
Daqduq, seorang Lebanon, ditangkap di kota Irak selatan, Basra pada 20 Maret, kata Bergner. Dia menambahkan, bahwa `pada awalnya dia mengaku tuli dan bisu.`
Pada tahun 2005, dia ditugaskan oleh pemimpin senior Hizbullah Lebanon pergi ke Iran dan bekerja pada Pasukan Qudus untuk melatih para ekstrimis Irak, kata Bergner.
Dia mengatakan, Pasukan Al Qudus bertujuan mengembangkan kelompok-kelompok ekstrim ke dalam satu jaringan yang sama dengan Hizbullah. Keduanya melatih antara 20 sampai 60 pejuang Irak dalam satu waktu.
"Pasukan Qudus Iran menggunakan Hizbullah sebagai wakil ... sebagai wakil di Irak, yang bekerja atas nama mereka sendiri serta melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan sendiri.
Bergner mengatakan, pihak militer percaya bahwa `pemimpin senior di Iran` telah menyadari adanya kegiatan-kegiatan pasukan Al Qudus.
Di Washington, jurubicara Departemen Luar Negeri, Sean McCormack membenarkan bahwa AS telah mengumpulkan informasi baru mengenai Pasukan Qudus serta hubungan-hubungannya dengan Hizbullah.
Pemerintah Iran, menurutnya, ingin meredakan dan menghentikan jenis-jenis kegiatan ini.
Sementara itu Iran menyebut tuduhan-tuduhan AS itu `menggelikan.`
Bergner mengatakan, banyak dari para ekstrimis itu yang mendapatkan latihan di kamp di daerah pinggiran Teheran dari `kelompok-kelompok yang telah berpisah dari milisi Jaish al-Mahdi` dari pemimpin radikal Syi`ah, Moqrada al-Sadr.
"Kelompok-kelompok itu `tidak dibawa kontrolnya (Sadr). Dia justru menyatakan kecemasannya," kata Bergner.
Salah satu dari kelompok ini menyerang mesjid suci Syi`ah di kota Karbala pada 20 Januari, dalam serangan tersebut lima tentara AS tewas.
Baik Daqduq maupun kelompok militan terlibat dalam serangan itu, dan dikatakan bahwa pemimpin senior yang memimpin Pasukan Qudud tahu dan kemudian mendukung rencana untuk akhirnya menyerang Karbala, yang menewaskan lima tentara koalisi.
Sebelumnya, komandan AS juga menuduh Teheran mendanai serta mempersenjatai kelompok militan yang dituduh melakukan pembunuhan-pembunuhan.
Menurut Bergner, Pasukan Qudus mengembangkan secara rinci informasi-informasi berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tentara AS, penggantian jaga dan pertahanannya, dan informasi-informasi itu dibagikan kepada para penyerang.
Ratusan tentara AS jatuh menjadi korban senjata-senjata pasokan dari Iran sejak Mei 2004, ketika mereka tampil untuk pertama kalinya di medan pertempuran Irak, dan Hizbullah menggunakannya sebagai senjata mematikan dalam pertempuran tahun lalu dengan Israel di Lebanon selatan, demikian laporan AFP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007