Palu (ANTARA News) - Salah seorang tokoh Agama Islam di Sulawesi Tengah Prof KH Zainal Abidin MAg mengimbau umat dari berbagai agama utamanya umat Islam untuk menjaga dan merawat perdamaian selama proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tiga kabupaten.
"Umat dan tokoh agama di daerah yang menyelenggarakan pilkada diminta untuk berperan aktif merawat dan menjaga perdamaian," ungkap Prof Zainal Abidin MAg, mantan Rektor IAIN Palu, Minggu.
Prof Zainal berharap agar umat tidak berburuk sangka terkait suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang pada proses pilkada.
Karena berburuk sangka dapat melahirkan tindakan negatif, yang bisa berdampak terhadap penyelenggaraan pilkada.
Pakar pemikiran Islam modern ini menilai pilkada merupakan proses yang diakui oleh negara lewat ketentuan perundang-undangan dalam mencari pemimpin.
Karena itu, pesta demokrasi tersebut sedianya dimanfaatkan sebaik mungkin, dengan niat yang benar, untuk mencari pemimpin yang berkualitas, bermoral serta memiliki etos kerja.
"Manfaatkanlah dengan baik kesempatan itu, yaitu dengan memilih pemimpin yang dianggap baik, mampu memimpin, memiliki etos kerja, bermoral, menurut masyarakat," ujarnya.
Ketua MUI Kota Palu ini juga menghimbau umat pada masing-masing agama agar tidak mudah terpancing, terprovakasi dengan isu negatif dalam bentuk isu agama, ras, suku dan antargolongan.
Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen menyebut terdapat tiga dampak buruk dari politisasi SARA dalam pilkada yakni pertama, merusak harmonisasi sosial dalam masyarakat; kedua, berpotensi memunculkan konflik horizontal; ketiga, mendorong terjadinya disintegrasi bangsa.
Ia mengatakan poltisasi SARA hadir dalam bentuk penyebaran isu putra daerah dan bukan putra daerah dalam kampanye.
Selain itu, membawa isu agama, isu satu suku dan bukan satu suku, isu ras, isu strata sosial dalam masyarakat, serta membawa isu perempuan tidak bisa memimpin dan sebagainya.
Begitu pula, politik uang yang memiliki empat dampak buruk. Pertama, APBD berpotensi untuk kepentingan pemodal yang telah membiayai pemenangannya.
Kedua, yang terpilih sangat mungkin adalah orang yang tidak memiliki kompetensi kepemimpinan, pengetahuan, dan keterampilan untuk membangun daerah.
Ketiga, yang terpilih karena banyak mengeluarkan uang dalam bentuk politik uang berpotensi akan merampas dan/atau mengorupsi APBD yang dikelolahnya.
Kempat, masyarakat dipidana sesuai dengan Pasal 187a ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018