Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Biro Perjalanan dan Wisata Indonesia (ASITA-Association of The Indonesian Tours & Travel Agencies) mengimbau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar bernegosiasi dengan pihak-pihak terkait Uni Eropa, supaya larangan terbang warga Eropa dengan menggunakan maskapai RI ditinjau ulang. "Ancaman yang dikeluarkan UE dampak negatifnya sangat luas karena itu kami minta Pak SBY please help us and we will help you," kata Chairperson ASITA, Herna P Danuningrat, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, larangan terbang dengan menggunakan maskapai RI akan memukul industri pariwisata terutama untuk "second destination" yang tidak mempunyai penerbangan asing langsung ke kota tujuan wisata seperti Maluku, Sulawesi, Papua, Lombok, Nusa Tenggara, dan Kalimantan Selatan. Menurut dia, dengan adanya larangan itu maka kemungkinan target kunjungan wisatawan yang mencapai enam hingga tujuh juta per tahun terancam gagal. Oleh karena itu, pihaknya meminta semua maskapai penerbangan Indonesia melakukan instrospeksi dan mengambil langkah untuk meningkatkan tingkat pelayanan keselamatan penerbangan sesuai standar internasional. "Ini masalah serius dan ini murni `government issue` jadi kami benar-benar meminta kepada pemerintah agar meyakinkan semua pihak di Eropa bahwa tindakan-tindakan perbaikan sedang dilakukan supaya pernyataan mereka itu dapat ditarik kembali," katanya. Ia mengatakan, hendaknya pemerintah juga meyakinkan bahwa dalam hal kategorisasi maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia juga telah menempati kategori 1. Selain itu, Garuda juga tengah dalam proses finalisasi audit yang ditargetkan selesai sebelum Oktober 2007 untuk masuk ke dalam IOSA (International Operation Safety Audit). Pihaknya mengkhawatirkan penyebaran wisatawan akan terputus, misalnya turis yang dari Eropa ke Jakarta bila akan ke Bali harus singgah dulu ke Singapura karena tidak ada penerbangan asing dari Jakarta ke Bali. "Tentu ini mengakibatkan biaya tambahan yang besar sehingga akhirnya nanti Jakarta tidak akan lagi disinggahi apalagi Maluku atau Papua," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007