Menurut dia, banyak aksi teror, baik dilakukan berkelompok maupun perorangan, terjadi setelah pelaku mengelabui masyarakat sekitar, terutama saat merencanakan aksi dengan mengontrak rumah.
"Karena ketidakpedulian lingkungan itulah kegiatan mereka jadi tidak terdeteksi sehingga bisa melakukan aksi," kata Suhardi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, masyarakat yang kian individualis dan terkesan tidak peduli pada lingkungan menjadi celah bagi kelompok radikal teroris untuk masuk dan menyusup dalam masyarakat.
Oleh karena itu, lanjut Suhardi, semangat gotong royong, termasuk siskamling, perlu dihidupkan lagi.
Komunikasi antarwarga, ujar dia, juga diaktifkan, termasuk membentuk kelompok percakapan di setiap rukun tetangga dan rukun warga menggunakan aplikasi pengirim pesan.
"Nantinya dari informasi di grup `messenger` itulah diharapkan bisa terdeteksi berbagai hal yang terjadi di lingkungan, terutama bila ada warga yang bertingkah aneh-aneh dalam berideologi dan beragama," katanya.
Menurut dia, deteksi dini sebagai hal yang penting dan jauh lebih baik daripada harus menanggung akibat bila terjadi teror.
"Ingat tahun 2018-2019 adalah tahun politik. Menjadi tugas kita semua untuk bersatu padu menyatukan warga untuk selalu waspada dengan berbagai gangguan yang mungkin terjadi, khususnya radikalisme dan terorisme," ujar Suhardi.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018