Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah menyelenggakan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) mulai tahun 2008 semakin mendapat penolakan dari DPR dan kini dinyatakan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI. Sikap PKB disampaikan Wakil Ketua FKB DPR Drs Masduki Baidlowi dan Wakil Sekretaris FKB DPR Anisah Mahfudz di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Sehari sebelumnya, Partai Golkar menyatakan sikap serupa. Masduki menegaskan, UN untuk SD dikhawatirkan akan mengakibatkan siswa depresi. Bukan tidak mungkin, akan terjadi kasus bunuh diri bila anak-anak SD tidak lulus sekolah. Apalagi bila UN itu diselenggarakan secara nasional dengan standar kelulusan yang sama. "Untuk UN tingkat SMP dan SMU saja, kami menolak karena pelaksanaa UN berdasarkan PP No.19/2005 bertentangan dengan UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)," kata Masduki. Dia mengemukakan, hampir seluruh fraksi di DPR pernah menolak UN untuk SMP dan SMU, walaupun akhirnya hanya FKB dan PDIP yang tetap menolak. "Untuk UN tingkat SD juga seluruh fraksi di DPR menolak dan PKB akan tetap konsisten dengan sikap ini," kata Masduki. Sikap FKB itu akan diwujudkan dengan tidak ikut membahas anggaran sebesar Rp452 miliar untuk membiayai UN tingkat SD. Anggaran sebesar itu terlalu boros dan menghamburkan APBN. "Lebih baik aggaran sebesar Rp452 miliar itu digunakan untuk membiayai perbaikan gedung SD yang banyak rusak, daripada untuk membiayai UN yang berpotensi menimbulkan depresi bagi murid SD," kata Masduki yang juga Wakil Ketua Komsi X (bidang pendidikan) DPR RI. Jika pemerintah tetap menyelenggarakan UN untuk SD, FKB menyatakan tidak ikut bertanggung jawab atas munculnya kasus depresi siswa SD. Selain tidak akan ikut membahas anggaran untuk UN SD, FKB juga akan menyampaikan "minderheitz nota" kepada pemerintah. FKB menyatakan, keputusan Depdiknas memberlakukan UN untuk SD mulai tahun 2008 merupakan sejarah kelam bagi dunia pendidikan nasional. Keputusan itu menunjukkan pemerintah semakin tidak memiliki rasa empati dan peduli dengan kondisi yang sedang dihadapi masyarakat, terutama peserta didik yang menolak UN, bahkan melakukan gugatan di pengadilan. "Pemerintah berjalan atas dasar kemauan dan keinginan sendiri tanpa peduli aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Kebijakan pemerintah lebih didasarkan kepada orentasi proyek dan hasil, tidak ditekankan pada orentasi proses," kata Anisah.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007