Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik UI yang juga mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam, Hasanuddin, di Jakarta, Selasa, menilai tidak perlu dipermasalahkan adanya usulan peningkatan insentif bagi anggota dewan, asalkan kinerja mereka berpihak secara signifikan pada kepentingan rakyat. Hasanuddin yang menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 2003-2005 mengatakan itu menanggapi usulan kenaikan insentif senilai satu juta rupiah kepada anggota dewan pada setiap membahas satu Rancangan Undang Undang (RUU). "Kinerja DPR RI perlu ditingkatkan, tetapi yang terpenting sesungguhnya adalah bagaimana parlemen berkomitmen menghasilkan undang undang (UU) yang pro pada kalangan masyarakat yang sedang susah itu," tambah Hasanuddin. Masalahnya sekarang, sambungnya, publik telanjur merasa kurang adanya keberpihakan anggota parlemen terhadap problematik yang mereka hadapi. "Makanya, kalau insentif mau dinaikkan, tetapi keberpihakan anggota dewan terhadap masyarakat kecil tidak ada secara nyata dalam setiap UU yang dihasilkan, buat apa?" kata Hasanuddin. Sebelumnya, anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Aria Bima, berpendapat, usulan kenaikan insentif sejuta rupiah untuk setiap pembahasan satu RUU, sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan secara berlebihan. Aria Bima setuju, jika dengan peningkatan insentif itu, semua anggota parlemen dapat menghasilkan berbagai produk legislatif yang pro rakyat banyak. "Sebagai insentif, satu juta bukanlah jumlah yang besar, jika dikaitkan dengan frekuensi kerja, apalagi kalau dihubungkan dengan kewajiban anggota dewan dalam rangka pembinaan terhadap konstituen," tambah Aria Bima. Yang jadi masalah, ujar Aria Bima lagi, psikologi massa sudah telanjur terbentuk, seolah-olah dewan itu bertabur uang di tengah kondisi rakyat semakin menderita. "Inilah yang meningkatkan resistensi publik, termasuk tampilan sebagian anggota dewan dengan mobil mewah serta gaya hidup elitis yang sangat mengesankan tidak adanya empati terhadap kondisi rakyat," ungkap Aria Bima.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007