Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan Singapura sengaja menghambat kesepakatan kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dengan RI, agar perjanjian ekstradisi juga gagal dilaksanakan. "Singapura sengaja memacetkan DCA dengan mengutak-atik area latihan Bravo yang belum ada aturan pelaksanaannya (Implementing Arrangement/IA)," katanya, usai memberikan kuliah di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta, Selasa. Juwono mengungkapkan bagi Singapura jika perjanjian ekstradisi berjalan, maka Negara Singa itu akan kehilangan pendapatannya. Bagaimana pun selama ini Singapura merupakan salah satu negara yang hidup dari'uang panas'. "Singapura sama halnya dengan Swiss yang mengelola uang-uang panas dari berbagai negara, seperti dari Afrika, Amerika Latin, Hongkong, China, dan Indonesia," kata Juwono. Berdasar data lembaga riset keuangan Marry Lynch, terdapat 18 ribu orang Indonesia yang memiliki jaringan bisnis dengan nilai diatas 1 juta dolar Singapura, dengan total nilai 87 miliar dolar Singapura berpangkalan di Singapura. "Sebagian besar warga keturunan, sebagian lagi pejabat yang menyimpan uang di sana. Tidak semua ilegal, tidak semua buron BLBI. Tapi yang kita minta untuk 1997-2001, Singapura harus mengakui menampung uang panas ini," ujar Juwono. Jika perjanjian ekstradisi berlaku, maka mau tidak mau berarti Singapura mengakui secara tidak langsung bahwa mereka selama ini hidup dengan uang panas dengan menampung para pelaku kejahatan ekonomi sekaligus mengelola uang mereka. "Tentu ini sangat menganggu citra Singapura sebagai negara `bersih`. Karena itu, dicarilah cara agar perjanjian ekstradisi gagal diberlakukan, antara lain dengan memacetkan DCA, karena kedua kesepakatan kerjasama itu tidak akan berjalan, jika salah satu tidak dapat dilaksanakan," tutur Menhan. Meski begitu, tambah Juwono, Indonesia tetap akan melakukan diplomasi total dengan Singapura agar perjanjian dan kesepakatan kerjasama itu dapat berjalan dan saling menguntungkan kedua pihak. "Kita tetap berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri, Mabes TNI untuk menjalankan diplomasi tentang perjanjian ekstradisi dan kesepakatan kerjasama pertahanan," kata Juwono. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007