Jakarta (ANTARA News) - Maskapai penerbangan Indonesia harus segera dimerger menjadi tiga hingga lima maskapai penerbangan utama, jika standar keselamatan penumpang akan ditingkatkan, kata pengamat penerbangan Dudi Sudibyo. "Saat ini sudah terlalu banyak, sehingga kerap terjadi persaingan tidak sehat dan saling mematikan satu sama lain yang arahnya nanti bisa mengabaikan standar keselamatan penumpang," kara Dudi Sudibyo kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan saat ini setidaknya ada 51 maskapai penerbangan di Indonesia dan sebanyak 25 di antaranya telah beroperasi. Terkait dengan akan adanya pelarangan bagi seluruh warga Eropa untuk bepergian dengan menggunakan maskapai penerbangan RI, ia mengatakan harus ada tindakan radikal untuk memperbaiki standar "safety" penerbangan di tanah air. "Salah satunya dengan melakukan merger maskapai penerbangan dari yang jumlahnya banyak ini menjadi tiga hingga lima maskapai saja," katanya. Dengan jumlah yang sedikit, maka koordinasi akan lebih mudah, cepat dilakukan, dan masing-masing maskapai fokus untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang tanpa terus memikirkan secara berlebihan keuntungan dari sektor bisnis, serta efisiensi modal diharapkan tercapai. Menurut Dudi, idealnya Indonesia hanya memiliki empat maskapai, yaitu maskapai penerbangan milik BUMN yang merupakan merger Garuda, Merpati, dan Simpati, Grup Lion Air, Star Air, dan Mandala. "Dengan empat ini saya rasa sudah cukup," katanya. Ia mencontohkan, China pernah memiliki lima maskapai penerbangan, tetapi pada perkembangannya kemudian banyak mengalami kecelakaan karena kurangnya perhatian maskapai pada standar keselamatan akibat terlalu sibuk berkompetisi bisnis. "Akhirnya dimerger menjadi hanya ada tiga 'airlines' dan kini menjadi salah satu yang terbaik di dunia, dengan kapasitas 250 juta penumpang per tahun," katanya. Selain itu, di Amerika Serikat (AS) hanya ada sedikit maskapai penerbangan, tapi kapasitasnya penumpang per tahun justru mencapai dua kali lipat penduduknya, yaitu sekitar 400 juta penumpang per tahun. "Airlines hanya ada sedikit, tetapi pesawat komuter yang penumpangnya hanya 17 orang itu banyak sekali," katanya. Ia mengatakan hendaknya Indonesia dapat mengambil contoh dari kedua negara tersebut untuk membenahi sistem penerbangan di Tanah Air. "Idealnya hanya ada tiga sampai lima maskapai saja, dengan komuter antar pulau sebagai angkutan feeder atau pengumpan," kata Dudi. (*)
Copyright © ANTARA 2007