Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota DPR dari Partai Golkar Fayakhun Andriadi sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"FA (Fayakhun Andriadi) selaku anggota DPR RI periode 2014-2019 diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.
"FA diduga menerima `fee` atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka FD (Fahmi Darmawansyah) melalui anak buahnya MAO (M Adami Okta) secara bertahap sebanyak empat kali," kata Alexander.
Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS.
Perkara diawali dengan tangkap tangan Hardy Stefanus dan Adami Okta, sesaat setelah menyerahkan uang kepada mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi di kantor Bakamla pada pertengahan Desember 2016.
Fayakhun menjadi tersangka keenam dalam kasus tersebut, setelah KPK sudah menetapkan 5 orang lain sebagai tersangka proses pengadaan satellite monitoring di Bakamla dalam APBN 2016.
Kelima orang tersebut adalah mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Eko Susilo Hadi yang dihukum 4 tahun 3 bulan penjara, Laksamana Pertama Bambang Udoyo divonis 4,5 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan militer.
Sedangkan para pemberi juga sudah divonis yaitu Fahmi Darmawansyah divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara, dan dua anak buahnya Adami dan Hardy divonis 1,5 tahun penjara, bahkan sudah menghirup udara bebas saat ini.
Dalam sidang Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan terungkap bahwa Fayakhun meminta uang 1 persen untuk pembahasan anggaran satellite monitoring dan drone di Bakamla pada Komisi I DPR totalnya mencapai Rp1,2 triliun.
Fayakhun lalu meminta imbalan 1 persen dari jumlah itu, yaitu Rp12 miliar yang dikonversi ke dolar AS yaitu 927 ribu dolar AS. Dari whatsapp antara Managing Director PT Rohde and Schwarz Erwin Arif dan Fayakhun, Fayakhun meminta agar uang imbalan itu dapat dikirim segera sebelum Munas Partai Golkar diadakan pada Mei 2016.
Fayakhun meminta imbalan 300.000 dolar AS untuk dikirim lebih dulu sebelum Munas Golkar karena uang itu untuk para petinggi.
Dana 927 ribu dolar AS itu ditransfer ke empat rekening perusahaan di luar negeri yang berada di Singapura dan Belgia. Setiap kali akan mengirim uang, Erwin selalu meminta nomor rekening tujuan kepada Fayakhun. Selanjutnya, uang akan dikirim oleh Adami Okta.
Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018