Jakarta (ANTARA News) - Teknologi informasi memang bagaikan pisau bermata dua yang di sisi lain bisa memberikan manfaat bagi penggunanya, tetapi di sisi lainnya memberikan dampak buruk.
Karena itu, sudah seharusnya perkembangan teknologi informasi seperti internet disikapi secara bijak oleh masyarakat.
Yang disayangkan, masih banyak orang tua yang kurang bijak dalam memberikan fasilitas teknologi informasi dan internet kepada anak-anaknya sehingga bukan manfaat yang didapat melainkan dampak buruknya.
Kenyataan penggunaan internet yang berdampak buruk bagi anak-anak menjadi salah satu perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
KPPPA menyatakan orang tua perlu mendampingi anak dalam mengakses internet untuk menghindari atau mengurangi dampak buruk teknologi informasi.
Menurut Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi KPPPA Valentina Ginting, pemakaian internet di Indonesia sangat cepat bila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Bersamaan dengan pemakaian internet, muatan-muatan negatif di internet seperti pornografi sudah sangat berkembang di media-media sosial maupun media daring. Bahkan ada beberapa kasus di Indonesia yang dampak negatifnya sangat besar bagi anak-anak.
Data Kepolisian RI menyebutkan dalam sehari terdapat 25.000 alamat protokol internet atau "IP address" yang mengunduh muatan-muatan pornografi anak di internet.
"Ini sangat tidak baik bagi perkembangan anak, apalagi mereka sudah menjadi objek," tuturnya.
Karena itu, Valentina mengatakan orang tua harus diberdayakan agar dapat memandu dan mendampingi anak-anaknya yang telah terkoneksi internet.
Apalagi, menurut data Gerakan Literasi Digital Siberkreasi, 65 persen anak usia enam tahun hingga 19 tahun saat ini sudah memiliki ponsel cerdas.
Karena itu, penting untuk mengajari orang tua, anak dan guru untuk penggunaan internet ke arah yang lebih baik.
Merasa Aman
Selama ini, mungkin banyak orang tua yang merasa anak-anak aman berada di dalam rumah dan asyik memainkan gawai atau "gadget" di tangannya.
Padahal, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan seharusnya orang tua tidak serta merta anaknya aman bermain gawai.
"Banyak orang tua yang tidak menyadari dampak negatif dari gawai. Orang tua merasa anaknya aman di rumah dengan gawainya, tidak akan terpengaruh kenakalan remaja dan narkoba," katanya.
Meskipun anak berada di rumah bermain gawai, tetapi tetap ada hal-hal negatif seperti kenakalan dan narkoba yang mengancam anak-anak melalui koneksi internet yang ada di genggaman tangannya.
Salah satu gawai yang paling dikenal masyarakat adalah ponsel cerdas yang sudah digunakan dengan mudah oleh anak-anak, bahkan oleh anak-anak yang belum bersekolah.
Bahkan, Margaret menyebut anak yang belum bisa berjalan pun sudah diberi gawai oleh orang tuanya sebagai hiburan tanpa menghiraukan dampak negatif dari radiasi yang dipancarkan perangkat tersebut.
Gawai memang memiliki banyak dampak positif seperti untuk media belajar, baik untuk muatan yang diajarkan di sekolah maupun belajar kreatif secara otodidak.
"Namun, dampak positif itu juga diiringi dengan dampak negatif seperti pornografi, perundungan siber, serta permainan bermuatan kekerasan dan pornografi,` tuturnya.
Dua Tahun
Dunia psikologi anak sebenarnya menyarankan agar orang tua tidak memberikan gawai kepada anak yang masih berusia di bawah dua tahun.
"Idealnya seperti itu. Namun, bukan berarti anak di atas tiga tahun bisa dibebaskan menggunakan `gadget`," kata Psikolog dari Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jane Cindy
Anak-anak pada masa usia perkembangan, yaitu hingga usia delapan tahun, seharusnya diarahkan untuk melakukan permainan konvensional yang merangsang tumbuh kembang anak.
Dari pada bermain menggunakan gawai, Cindy lebih menyarankan anak melakukan permainan yang melibatkan motorik kasar maupun motorik halus.
Permainan yang melibatkan motorik kasar antara lain berlari dan melompat, sedangkan permainan yang melibatkan motorik halus antara lain menggambar, mewarnai dan memasukkan koin ke dalam celengan.
"Permainan-permainan itu sangat berguna untuk menstimulasi perkembangan motorik anak," ujarnya.
Selain permainan yang melibatkan sensor motorik, Cindy juga menyarankan orang tua agar bermain dengan anak yang melatih persepsi visual spasial, fungsi sensori dan koordinasi visual motorik.
Permainan yang melatih persepsi visual spasial seperti puzzle atau balok susun, sedangkan permainan yang dapat melatih fungsi sensori seperti bermain dengan tekstur pasir, cat air dan busa.
Beberapa olah raga permainan juga bisa melatih koordinasi visual motorik seperti lempar tangkap bola, bulu tangkis, dan basket.
Pengasuhan Digital
Lalu, bagaimana cara mengasuh anak-anak sudah cukup umur untuk menggunakan gawai? Pendiri dan CEO Family Online Safety Institute (FOSI) Stephen Balkam memberikan tips berupa Tujuh Langkah Pengasuhan Anak di Era Digital yang Baik.
"Pengasuhan anak di era digital yang baik akan memberdayakan orang tua agar percaya diri dalam mengarahkan anak-anaknya berinternet," katanya.
Langkah pertama adalah dengan mengajak anak berbicara. Berbicaralah secara tenang, perlahan dan sesering mungkin serta secara terbuka dan langsung.
Beri tahu anak-anak tentang nilai-nilai yang kita anut. Jangan sampai melewatkan waktu-waktu terbaik dalam memberikan pengajaran, misalnya saat pertama kali memberikan gawai kepada anak-anak.
Langkah kedua adalah belajar. Orang tua tetap harus belajar dan perlu melakukan pencarian secara daring hal-hal yang tidak dimengerti. Jangan sungkan untuk mencoba sendiri aplikasi, permainan dan situs yang kemungkinan digunakan anak-anak.
Langkah ketiga, orang tua bisa memanfaatkan kendali orang tua atau parental controls. Aktifkan pengaturan keamanan yang ada pada sistem operasi, mesin pencari dan permainan.
Orang tua juga bisa menggunakan parental controls pada gawai anak-anak seperti ponsel cerdas, tablet maupun konsol permainan.
"Sesi anak-anak adalah tempat yang aman bagi anak-anak. Parental filters adalah langkah yang paling sederhana," kata Stephen.
Langkah keempat, orang tua harus meletakkan aturan mendasar dan sanksi yang harus ditanggung oleh anak bila melanggar. Orang tua harus menyepakati apa yang boleh dan tidak dilakukan saat berinternet.
Langkah kelima adalah orang tua harus berteman atau mengikuti akun media sosial anak-anaknya, tetapi jangan memata-matai terlalu banyak.
Orang tua harus menghargai ruang privasi daring anak-anaknya. Anak-anak memerlukan kebebasan, terutama remaja yang memerlukan ruang privat.
"Orang tua harus mendorong anak-anaknya untuk membuat reputasi digital yang baik," ujar Stephen.
Langkah keenam dengan mengeksplorasi, membagikan dan merayakan hal-hal penting secara daring bersama anak-anak. Orang tua harus terlibat aktif dalam mengeksplorasi dunia daring bersama anak-anak.
Orang tua dapat mengambil keuntungan dari cara baru dalam berkomunikasi. Jangan sungkan untuk belajar dari anak-anak dan bersenang-senang dengan cara baru tersebut.
Langkah ketujuh adalah dengan menjadi model digital yang baik bagi anak-anak. Orang tua harus mengendalikan kebiasaan digital yang buruk di depan anak-anak.
"Orang tua adalah model bagi anak-anaknya. Jangan menggunakan ponsel saat berkendara, atau menggunakan peralatan teknologi saat makan bersama di meja makan," tuturnya.
Baca juga: KPAI ajak masyarakat komitmen halau dampak negatif internet
Baca juga: Tujuh langkah mengasuh anak di era digital
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018