"Mekanisme pengesahan UU MD3 di DPR sudah sesuai dengan tata tertib dan ketentuan yang berlaku, sebelum disahkan di Rapat Paripurna DPR juga sudah melalui proses pembahasan bersama dengan Pemerintah," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Menurut dia apabila ada pihak-pihak yang tidak puas dengan keputusan tersebut, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Negara yang berhak menentukan suatu UU bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
Selain itu dia menjelaskan bahwa Pasal 245 dalam UU MD3 terkait pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana, ketentuan tersebut sudah sesuai dengan putusan MK sebab hanya penambahan frasa ?mempertimbangkan?, bukan mengizinkan.
"Lalu mengenai Pasal 122 tentang penghinaan terhadap parlemen, hal tersebut adalah wajar mengingat di beberapa negara ada pasal sejenis yaitu untuk menjaga kewibawaan Lembaga Negara seperti di peradilan atau `contempt of court` dan di DPR RI atau `contempt of parliament`," ujarnya.
Bambang menjelaskan Pasal 73 mengenai pemanggilan paksa, hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan teknik perundang-undangan, jika dalam ketentuan pasal yang terkait ada kata-kata "wajib", maka konsekuensinya adalah harus ada sanksi agar pasal tersebut dipatuhi.
Menurut dia, mengenai kata penyanderaan tersebut, sebagai konsekuensi dari ketidak patuhan terhadap kewajiban pemenuhan pemanggilan.
Dia juga menegaskan bahwa bahwa setiap profesi harus mendapatkan perlindungan hukum, termasuk anggota Dewan.
"Perlindungan ini juga telah dimiliki oleh wartawan sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999 tentang Pers, yaitu dalam menjalankan tugasnya tidak dapat dipanggil oleh polisi, tetapi dapat dipanggil oleh Dewan Pers," katanya.
Baca juga: Pasal 245 UU MD3 disepakati, periksa anggota DPR kini harus libatkan MKDBaca juga: Pasal 245 UU MD3 disepakati, periksa anggota DPR kini harus libatkan MKD
Baca juga: KPK kecewa dengan putusan MK
Bambang menilai, hak imunitas juga telah dimiliki oleh advokat dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui perubahan ke-2 Rancangan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang, namun diwarnai dengan aksi "walk out" dari Fraksi Partai NasDem dan Fraksi PPP.
"Apakah perubahan kedua tentang UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dapat disetujui menjadi Undang-Undang," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Setelah itu seluruh anggota DPR yang hadir menyatakan setuju lalu dilakukan ketuk palu sebagai tanda disetujuinnya perubahan kedua UU MD3 tersebut.
Baca juga: LSM : UU MD3 langkah mundur bagi demokrasiBaca juga: LSM : UU MD3 langkah mundur bagi demokrasi
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018