Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa permintaan untuk aset mata uang berisiko masih terbatas seiring investor terlihat waspada menjelang perilisan data inflasi Amerika Serikat pada pekan ini.
"Data inflasi AS yang lebih kuat dari ekspektasi dapat mendorong pasar kembali melakukan aksi jual terhadap aset berisiko," katanya.
Ia menambahkan bahwa pelaku pasar memperkirakan bank sentral juga akan memberlakukan kenaikan suku bunga The Fed pada Maret mendatang, dengan kemungkinan dua kenaikan lagi sepanjang tahun ini.
Sementara itu, Global Head of Currency Strategy and Market Research FXTM, Jameel Ahmad mengatakan bahwa nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS dipicu sentimen eksternal mengenai potensi kenaikan suku bunga The Fed.
Namun, ia menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah cenderung relatif terbatas mengingat bukan terjadi karena ekonomi Indonesia. Diharapkan, melemahnya kurs rupiah dapat mendukung pertumbuhan ekspor Indonesia.
Ia mengatakan bahwa pergerakan dolar AS juga tampaknya berisiko kehilangan peningkatan menyusul sebagian pelaku pasar sudah memperkirakan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (13/2) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.644 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.609 per dolar AS.
(Baca juga: Rupiah menguat 10 poin)
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018