Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Achmad Ali, menguaraikan secara panjang lebar mengenai kasus dugaan korupsi yang pernah dihadapinya di depan anggota Komisi III DPR yang menyeleksinya selaku calon hakim agung MA. Pada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper) di Gedung DPR, Jakarta, Senin, Achmad Ali menyampaikan visi dan misinya sebagai calon hakim agung di Mahkamah Agung (MA) yang sebagian besar berisi paparan tentang kasus yang pernah dihadapinya. Dalam makalahnya dalam uji tersebut, Achmad Ali menyatakan, dirinya merupakan korban kesewenang-wenangan kekuasaan yang berkedok penegakan hukum. Sebanyak tiga dari lima halaman makalah yang dibacakan Achmad Ali di Komisi III adalah tentang kasus yang dihadapinya dan perlakuan yang dirasanya tidak adil. Dari waktu 15 menit yang diberikan olehnya untuk menyampaikan visi dan misinya, sekira hampir 10 menit dihabiskan Achmad Ali untuk menuturkan kasusnya. Hanya sedikit sisa waktu yang dipergunakan oleh Achmad Ali untuk berbicara tentang tunggakan perkara di Mahkamah Agung (MA), dan itu pun akhirnya harus dipotong oleh Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan karena telah melewati waktu 15 menit yang disediakan. Saat menjawab pertanyaan para anggota Komisi III, Achmad Ali sering menganalogikan jawabannya dengan kasus yang dihadapinya, sehingga Komisi III harus mengingatkan anggota Komnas HAM itu bahwa jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaannya. Achmad Ali pernah didakwa melakukan korupsi dana magister Unhas oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Makassar telah membebaskan Achmad Ali, dan menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima. Dalam uji kelayakan, Achmad Ali juga sibuk bertutur soal dakwaan jaksa yang dinilainya "amburadul", sehingga majelis hakim PN Makassar memutuskan dakwaan tersebut tidak dapat diterima. Achmad Ali sebelum menerima vonis dari PN Makassar pernah dipanggil oleh Komisi III untuk menjelaskan perkara dugaan korupsi yang dihadapinya. Di depan Komisi III saat uji kelayakan, ia juga menjelaskan alasannya untuk mengajukan banding atas putusan PN Makassar yang membebaskannya dari dakwaan JPU. Menurut dia, banding itu diajukan karena ada satu butir keberatan dalam eksepsinya yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim, yaitu permintaannya agar kebijakan tidak dapat dipidana. Achmad Ali mengatakan, ia ingin mendapatkan yurisprudensi dari pengadilan bahwa kebijakan yang diambil oleh seorang pejabat tidak dapat dipidana. "Banding ini bukan hanya untuk kepentingan saya sebagai yang berperkara, tetapi juga untuk para pejabat di negeri ini. Saya ingin mendapatkan kepastian bahwa kebijakan tidak dapat dipidana. Ini penting, agar pejabat di negeri ini tidak ragu-ragu mengambil kebijakan," tuturnya. Oleh karena Achmad Ali terlalu panjang lebar menjelaskan perkara yang dihadapinya, maka tidak semua penanya mendapat kesempatan untuk mengujinya. Pataniari Siahaan, salah seorang anggota Komisi III, tampak tidak dapat menggunakan haknya untuk bertanya kepada Achmad Ali karena waktu yang tersisa hanya dua menit. Akhirnya, Ketua Komisi III, Trimedya Pandjaitan, tetap memberi kesempatan kepada Pataniari untuk menilai Achmad Ali, termasuk juga menilai kemampuannya dalam mengelola waktu. (*)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007