Surabaya (ANTARA News) - Kalangan dunia usaha kini semakin tertekan dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), serta tarif pelayaran (ocean freight) maupun batasan tonase pengapalan ke sejumlah negara tujuan di dunia per 1 Juli 2007. "Selain kenaikan BBM, dunia usaha kini juga dihadapkan kenaikan ocean freight yang memberatkan," kata Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan, di Surabaya, Senin. PT Pertamina (Persero) mulai 1 Juli 2007 pukul 00.00 WIB waktu setempat menaikkan harga BBM untuk kalangan industri. BBM industri jenis minyak tanah naik 1,6 persen, minyak solar naik 1,1 persen, minyak diesel naik satu persen, minyak bakar naik 6,8 persen, sedangkan premium turun 3,5 persen. Kenaikan harga itu disebabkan naiknya patokan harga Mean of Platts Singapore (MOPS) pada periode Mei antara 0,6- 5,1 persen dibandingkan periode sebelumnya. Sementara, MOPS premium justru mengalami penurunan sebesar empat persen. Dengan demikian, mulai 1 Juli 2007, harga BBM industri jenis premium menjadi Rp6.179,33 per liter, minyak tanah Rp5.926,49 per liter, minyak solar transportasi Rp6.125 per liter, dan minyak solar Industri Rp5.858,7 per liter. Selain itu, minyak diesel menjadi Rp5.676,54 per liter, minyak bakar Rp3.950 per liter, dan Pertamina DEX Rp6.260,91 per liter. Harga tersebut sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan khusus harga solar industri belum termasuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) lima persen. Pada saat yang bersamaan, kata Isdarmawan, ocean freight untuk tujuan Eropa, Amerika dan Timur Tengah juga naik cukup signifikan yakni 350 dolar AS per kontainer 20 feet serta 600 dolar AS per kontainer 40 feet. Contohnya, pengapalan kontainer 20 feet ke Eropa yang sebelumnya sekitar 1.900 dolar AS, kini sekitar 2.500 dolar AS per kontainer. Sementara itu, tonase kontainer kini juga dibatasi. Untuk kontainer 20 feet maskimal hanya 14,5 ton, sedangkan 40 feet maksimal 25 ton. Alasan pelayaran menaikkan ocean freight, menurut pengusaha pelayaran, karena kini banyak kargo ekspor maupun impor terkonsentrasi ke China. Dengan kondisi itu, dunia usaha di Jatim kini semakin tertekan, karena tambahan biaya tersebut akan semakin membebani dan memperlemah daya saing produk di pasar domestik maupun pasar ekspor, demikian Isdarmawan yang juga pengurus Kadin Jatim. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007