Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mendeteksi lonjakan titik titik panas sebagai indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, Sabtu.
"Hingga pagi ini terpantau sebakyak 14 titik panas di tiga kabupaten di Riau," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Pekanbaru, Slamet Riyadi di Pekanbaru.
Ia menuturkan ke-14 titik panas tersebut melonjak dua kali lipat dibanding pada Jumat petang lalu (9/2). Sebelumnya pada Jumat petang kemarin, BMKG Pekanbaru hanya mendeteksi sebanyak tujuh titik panas di Riau.
Dia merincikan ke-14 titik panas yang terpantau satelit Terra dan Aqua tersebut masing-masing berada di Pelalawan sembilan titik, Indragiri Hilir tiga titik dan Bengkalis dua titik.
"Sementara itu, dari 14 titik panas, 11 diantaranya dipastikan sebagai titik api atau indikasi kuat adanya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dengan tingkat kepercayaan diatas 70 persen," urai Slamet.
Ke-11 titik api itu mayoritas berada di Pelalawan dengan sembilan titik. Sementara satu titik lainnya masing-masing menyebar di Bengkalis dan Indragiri Hilir.
Kepolisian Daerah Riau menyatakan terus fokus dalam menangani bencana Karhutla. Kepala Bidang Humas Polda Riau, Kombes Pol Guntur Aryo Tejo kepada Antara mengatakan mayoritas Karhutla merupakan akibat kesengajaan.
Untuk itu, Guntur mengimbau kepada masyarakat maupun perusahaan agar menghindari upaya membuka lahan dengan cara membakar. Menurut dia, ancaman hukuman bagi pembakar lahan sangat berat, mencapai 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
"Harapannya, janganlah ada lagi yang membuka lahan dengan membakar. Ancaman hukumannya berat. Mari sama-sama kita mencegah kebakaran lahan," imbau Guntur.
Sejauh ini, jajaran Polda Riau telah menangkap seorang pelaku pembakar lahan. Pelaku pembakar lahan sebelumnya ditangkap oleh Polres Pelalawan pada awal Februari lalu. Pelaku berinisial M tersebut ditangkap saat membuka lahan perkebunan cabai dengan cara membakar.
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018