"Proyeksi pasar terhadap suku bunga The Fed yang akan naik pada Maret mendatang membuat mayoritas mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia mengalami tekanan," ujar Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa proyeksi itu memicu perpindahan dana dari negara berkembang menuju Amerika Serikat karena yield obligasi di Amerika Serikat menawarkan peningkatan, sehingga membuat rupiah terdepresiasi menembus level Rp13.600 per dolar AS.
"Sebenarnya kenaikan suku bunga The Fed masih teka teki, namun mayoritas investor berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunganya menyusul laju inflasi yang cenderung meningkat serta data tenaga kerja yang naik," katanya.
Ia mengharapkan bahwa Bank Indonesia dapat menjaga volatilitas pasar keuangan di dalam negeri agar tidak menambah kekhawatiran baru bagi pelaku pasar.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed mengatakan bahwa sentimen positif terhadap ekonomi Indonesia diharapkan dapat menahan tekanan rupiah lebih dalam. Konsumsi domestik semakin pulih, inflasi stabil, dan harga komoditas masih dalam tren meningkat.
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan prospek ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tetap menjadi tempat yang menjanjikan sebagai tempat investasi," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (9/2) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.643 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.602 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018