Jakarta (ANTARA News) - Tingkat bunuh diri di AS meningkat hampir 10 persen menyusul kematian aktor Robin Williams pada 2014 silam. Peningkatan ini lebih tinggi di kalangan pria dan mereka yang menninggal, seperti Robin Williams, akibat sesak nafas berdasarkan studi yang diterbitkan pada Rabu (7/2) waktu setempat.


Studi yang diterbitkan di jurnal ilmiah PLOS One, menemukan bahwa dalam lima bulan sejak Agustus hingga Desember 2014 ada 18.690 kematian akibat bunuh diri, meningkat 9,85 persen dari jumlah yang diperkirakan untuk periode tersebut.


Robin Williams, peraih Oscar untuk film "Good Morning, Vietnam" yang dicintai sebagai aktor komedi, meninggal dunia pada Agustus 2014 pada usia 63 tahun akibat bunuh diri yang mengejutkan para penggemar di penjuru dunia.


Pihak berwenang mengatakan dia meninggal karena asfiksia akibat gantung diri di rumahnya di California utara. Dari hasil otopsi ditemukan Robin menderita Lew body dementia, yang menyebabkan menurunnya kemampuan mental.


Bunuh diri yang terjadi setelah kematian Robin Williams meningkan hingga 12,9 persen di kalangan lelaki usia 30-44 tahun, dan studi itu menemukan kasus bunuh diri akibat kehabisan nafas meningkat 32 persen.


Meski penelitian tersebut tidak bisa membuktikan hubungan pasti, tetap disebut ada hubungan antara keduanya. Banyaknya berita tentang kematian Williams "mungkin telah membuktikan stimulus yang diperlukan untuk segmen berisiko tinggi dari populasi AS (misalnya pria paruh baya yang putus asa) untuk mencoba bunuh diri."


Saat dampak bunuh diri selebriti yang diberitakan besar-besaran sebelumnya dikaitkan dengan peningkatan kasus serupa, studi tersebut mengatakan bahwa liputan media tentang bunuh diri Williams sangat rinci dan sensasional serta diperkuat oleh media sosial.


Kasus bunuh diri pada 1994 dari penyanyi utama Nirvana Kurt Cobain, misalnya, tampaknya memiliki dampak minimal pada tingkat bunuh diri di kota asal Seattle, sebagian karena terbatasnya berita, kata studi tersebut.


"Industri media dapat secara positif atau negatif mempengaruhi peniruan bunuh diri," kata studi tersebut. "Berita terhangat dalam media populer menunjukkan bahwa pedoman media untuk memberitakan bunuh diri tidak diikuti dalam kasus Robin Williams."


Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention, demikian Reuters.



Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018