Jakarta (ANTARA News) - Setelah lebih dari sepuluh tahun menghilang dan tidak ada komunikasi dengan keluarga, Suneni Murti Warsudi, seorang pekerja migran Indonesia (PMI), akhirnya dipulangkan dari Jeddah, Arab Saudi, Selasa, 6 Januari 2018.
Perempuan kelahiran Cirebon, Jawa Barat, ini berangkat ke Arab Saudi pada tahun 2006 dan bekerja sebagai asisten rumah tangga pada sebuah keluarga di kota Jizan yang berjarak sekitar 680 kilometer dari Jeddah. Saat berangkat, usianya masih 18 tahun dan di paspor usianya dibuat lebih tua dari yang sebenarnya.
Dia sempat berkirim kabar kepada keluarga di Tanah Air namun setelah itu hilang kontak. Dari pengakuan Suneni, nomor yang sebelumnya bisa dihubungi sudah tidak aktif lagi. Sejak itu, tidak ada komunikasi lagi antara dia dan keluarganya yang beralamat di Desa Sarabau, Kecamatan Plered Cirebon.
Suneni berhasil ditemukan saat dia ditemani sang pengguna jasa mengajukan penggantian paspor yang habis masa berlakunya sejak tahun 2009. Berarti sejak kedatangannya ke Arab Saudi, perempuan yang mengaku hanya tamatan sekolah dasar ini tidak pernah melakukan penggantian paspor.
Saat diwawancari petugas imigrasi mengapa ia tidak melakukan penggantian paspor dalam jangka waktu yang begitu lama, Suneni menjawab terbata-bata pertanyaan petugas, sehingga membuat petugas curiga dan akhirnya mengantar Suneni ke bagian Teknis Tenaga Kerja untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Petugas bagian tenaga kerja mengecek di database pengaduan dan ternyata Suneni termasuk daftar WNI/PMI yang dicari keluarganya sejak tahun 2011 melalui surat dari Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), Al-Hijaz Indojaya, yang memberangkatkannya ke Arab Saudi.
Pengguna jasa Suneni diminta menghadap ke staf Teknis Tenaga Kerja KJRI Jeddah, Mochamad Yusuf, dan diajak berbicara. Dari hasil penelusuran, diperoleh fakta bahwa selain pengguna jasa tidak menawarkan pembantunya itu untuk pulang atau cuti ke kampung halamannya, Suneni sendiri mengaku memang tidak ingin pulang karena masih betah dan masih ingin bekerja. "Saya masih butuh kerja," ucapnya.
Melalui pendekatan dan penyelesaian secara kekeluargaan, pengguna jasa menyerahkan sisa upah Suneni senilai 50.700 riyal (Rp177.450.000) yang masih ada di majikan karena tidak diminta. "Saya gak minta (ke majikan), nanti dia kasih kalau (saya) mau kirim," tuturnya.
Suneni lebih lanjut menuturkan, mulai pertama bekerja hingga ia berhenti bekerja dari sponsornya itu, ia menerima upah bulanan sebesar 600 riyal (Rp2.100.000).
Bekerja pada keluarga dengan tujuh anak, Suneni sehari-hari mencuci, menyetrika pakaian dan membersihkan rumah. "Majikan baik. Kalau ada madrasah (sekolah) saya bekerja mulai jam enam, tidur kadang lima jam. Kerja lagi sampai pukul 10 malam," sambungnya.
Mochamad Yusuf, mengatakan maraknya pengaduan PMI kehilangan kontak dengan keluarga, bukan karena ditahan para pengguna jasa, tapi karena mengaku betah tinggal bersama mereka.
"Saking lamanya TKI kita berada di rumah pengguna (jasa) atau majikan, pihak majikan akan berupaya untuk membuat dia itu betah. Menganggap dia itu sebagai keluarga, walaupun gajinya tidak dibayarkan. Pada saat TKI itu sudah tercuci otaknya, bahkan dia merasa mejadi keluarganya, TKI itu tidak akan meminta haknya," ujarnya.
Menanggapi fenomena ini, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, mengimbau seluruh PMI di Arab Saudi agar mengingatkan para pengguna jasa mereka supaya melakukan penggantian paspor sebelum masa berlakunya habis.
"Memperbaharui dokumen paspor menjadi salah satu jalan bagi kami untuk mengetahui keberadaan PMI dan membantu permasalahannya, sehingga KJRI lebih mudah memberikan perlindungan," ujar Konjen.
Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018