Istanbul (ANTARA News) - Turki dan Rusia tidak berselisih mengenai serangan udara dan darat Ankara di wilayah Afrin di Suriah utara dan kedua negara saling berkomunikasi dalam gerakan tersebut, kata menteri luar negeri Turki, Selasa.

Turki meluncurkan "Gerakan Cabang Zaitun" dua minggu lalu, yang membidik petempur YPG Kurdi di Afrin, membuka perselisihan baru dalam perang saudara Suriah, yang telah berlangsung tujuh tahun dan melibatkan banyak pihak. Rusia adalah pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad.

"Kami tidak memiliki perbedaan pendapat dengan Rusia. Kami melanjutkan hubungan kami dengan Rusia," kata Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu dalam wawancara dengan TGRT Haber ketika ditanya tentang kemungkinan ketegangan dengan Moskow mengenai Afrin.

"Kita perlu saling memberitahu pada waktu tepat, terutama mengenai serangan udara dan perkembangan di lapangan. Kami menghubungi mereka pada saat peristiwa atau sebelumnya," katanya seperti dilaporkan Reuters.

Dia juga mengatakan pasukan Turki telah selesai membangun bangunan keenam titik pengamatan di wilayah Idlib Suriah.

Berdasarkan atas kesepakatan yang dicapai dengan Teheran dan Moskow untuk mencoba mengurangi pertempuran antara pasukan pro-pemerintah dan terutama gerilyawan di Suriah barat laut, Turki telah sepakat untuk mendirikan 12 pos pengamatan di provinsi Idlib dan provinsi tetangga.

Tapi, peredaan kekerasan, yang seharusnya mereka pantau, berhenti. Pada Desember, tentara Suriah, dibantu oleh milisi yang didukung Iran dan kekuatan udara Rusia meluncurkan sebuah serangan besar untuk mengambil alih wilayah di provinsi Idlib.

Idlib adalah salah satu kubu pertahanan terakhir pemberontak anti-Assad yang telah diusir dari sebagian besar benteng mereka di Suriah sejak Rusia bergabung dalam perang di pihak pemerintah Damaskus pada 2015

Turki, anggota NATO, telah lama menjadi salah satu sekutu utama pemberontak anti-Assad.

Sementara itu, Pemerintah Suriah menggambarkan serangan Turki di wilayah Afrin di Suriah sebagai "agresi" ilegal dan mengatakan pihaknya akan menanggapi serangan itu dengan tindakan setimpal.

"Operasi militer Turki di Suriah utara adalah agresi yang mencolok," kata kementerian luar negeri Suriah dalam pernyataan yang disebarkan di media pemerintah.

"Keberadaan pasukan asing tanpa izin merupakan `pendudukan dan akan ditindak dengan semestinya`," demikian bunyi pernyataan itu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (28/1) berikrar akan membersihkan perbatasan dengan Suriah "dari pelaku teror", tindakan yang dapat meningkatkan risiko bentrokan antara tentara Turki dan Amerika Serikat di negara yang dicabik perang itu.

Wakil Perdana Menteri Turki dan Juru Bicara Pemerintah Bekir Bozdag pada Senin, hari kesepuluh penyerbuan Turki, mengatakan tentara Amerika Serikat akan dijadikan sasaran jika berbaur dengan petempur Kurdi.

(Uu.G003)


Pewarta: GNC Aryani
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018