Wamena (ANTARA News) - Seluas 3.000 hektare hutan di Taman Nasional Lorentz yang meliputi di 10 kabupaten di Papua, rusak akibat pembukaan permukiman baru serta pembukaan lahan perkebunan oleh masyarakat.
Kepala Balai Taman Nasional Lorentz Acha Anis Sokoy, di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Rabu, mengatakan ribuan hektare hutan yang rusak rata-rata berada di dalam kawasan permukiman, baik distrik, kampung dan desa atau dusun.
"Tercatat sampai dengan saat ini, yang rusak adalah kurang lebih 3.000 hektare. Kebun (pembukaan lahan perkebunan) ini kalau dalam kategori perundang-undangan dikatakan rusak (kawasan hutan yang rusak)," katanya.
Langkah antisipasi yang dilakukan agar perambahan hutan tidak meluas ke kawasan zona inti atau kawasan yang dilindungi sebagai hutan rimba, telah dibentuk masyarakat mitra polisi hutan (Polhut).
Keberadaan mitra polhut sangat penting karena jumlah petugas yang hanya 53 orang tidak bisa mengawasi aktivitas masyarakat di atas 2.354.644.066 hektare Taman Lorentz tersebut.
"Di beberapa desa kami sudah bentuk yang namanya masyarakat mitra polhut. Misalnya di beberapa desa di Kecamatan Walaek dan Tailarek. Fungsi mereka adalah membantu, menjaga, mensosialisasikan kepada masyarakat lainnya tentang betapa penting taman Nasional ini untuk anak cucu kita. Petugas kami terbatas sehingga untuk menjangkau 10 kabupaten itu sangat susah," katanya.
Agar memudahkan pengawasan terhadap kawasan Situs Warisan Dunia ini, pengelola Taman Lorentz telah membagi daerah itu menjadi zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, zona perlindungan dan zona inti yang tidak boleh diganggu.
"Kode gambar merah adalah zona inti, hijau adalah zona rimba, kuning zona pemanfaatan, dan zona tradisional yang warna cokelat, zona yang warnanya abu-abu, itu adalah area yang kita plot sebagai area khusus karena di sana ada kampung, kecamatan, desa dan tentunya ada perkebunan," katanya.
Pengelola taman itu mengharapkan masyarakat tidak memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan sebab dapat membawa Taman Lorentz sebagai cerita sejarah.
"Kami berharap pemerintah dan khususnya masyarakat memproteksi sendiri, menjaga sumber daya alam yang ada di lingkungannya masing-masing sebagai warisan kepada anak cucu," katanya.
Pewarta: Marius Frisson Yewun
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018