Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa, meyakini depresiasi tersebut bersifat dinamika jangka pendek, karena tidak ada perubahan yang signifikan di kondisi makro ekonomi global.
"Sementara itu fundamental perekonomian domestik tetap solid," ujar dia.
Dody menjelaskan dalam beberapa hari terakhir memang terjadi sedikit gejolak di pasar keuangan. Perbaikan data perekonomian AS khususnya data ketenagakerjaan menyebabkan kenaikan ekspektasi inflasi, naiknya imbal hasil obligasi AS,dan pelemahan di pasar saham.
"Sejalan dengan itu nilai tukar dolar AS menguat secara global, yang juga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar rupiah sejalan mata uang emerging
market lainnya," ujar dia.
Ke depannya, kata Dody, kondisi fundamental ekonomi domestik juga akan membantu menjaga stabilitas nilai tukar. Pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2017 yang sebesar 5,19 persen dan sepanjang 2017 secara kumulatif 5,07 persen (yoy) akan menambah optimisme prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.
"Bank Sentral siap berada di pasar apabila diperlukan untuk melakukan langkah-langkah stabilisasi," ujar dia.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi, bergerak melemah sebesar 11 poin menjadi Rp13.530 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.519 per dolar Amerika Serikat (AS).
Di pasar spot, pada Selasa siang, rupiah sempat melemah ke Rp13.621.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan adanya optimisme pemerintah terhadap ekonomi nasional pada 2018 ini yang dapat tumbuh mencapai 5,4 persen diharapkan dapat menahan depresiasi rupiah lebih dalam.
"Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis ekonomi nasional pada 2018 masih bisa tumbuh sesuai proyeksi yaitu 5,4 persen," katanya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018