Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mewaspadai kerawanan korupsi pada sektor kesehatan, salah sektor yang juga menjadi fokus lembaga anti korupsi ini.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan bahwa lembaganya mewaspadai kerawanan potensi korupsi di sektor kesehatan.
"Sektor kesehatan juga menjadi salah satu fokus kerja KPK. Terkait kerawanan potensi korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi telah dikaji KPK sejak 2015," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif disela konferensi pers penetapan Bupati Jombang sebagai tersangka suap di gedung KPK, Jakarta, Minggu.
Menurut Syarif, KPK menemukan sejumlah kelemahan sehingga sektor kesehatan menjadi rawan korupsi.
"Efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan juga masih rendah. Padahal dana yang disalurkan sangat besar, yaitu hampir Rp8 triliun pertahun. Salah satunya, karena tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi," tuturnya.
Saat ini, kata dia, terdapat 18 ribu fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di seluruh Indonesia dengan rata-rata pengelolaan dana kapitasi senilai sekitar Rp400 juta pertahun tiap FKTP.
KPK telah menetapkan dua tersangka terkait kasus kasus suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemerintah Kabupaten Jombang, yaitu diduga sebagai pemberi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati dan diduga sebagai penerima Bupati Jombang 2013-2018 Nyono Suharli Wihandoko.
Diduga pemberian uang dari Inna Silestyowati kepada Nyono Suharli Wihandoko agar Bupati menetapkannya dalam jabatan Kepala Dinas Kesehatan definitif.
Uang yang diserahkan Inna Silestyowati kepada Nyono Suharli Wihandoko diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang yang dikumpulkan sejak Juni 2017 sekitar total Rp434 juta.
Dengan pembagian 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati.
Atas dana yang terkumpul tersebut, Inna Silestyowati telah menyerahkan kepada Nyono Suharli Wihandoko sebesar Rp200 juta pada Desember 2017.
Selain itu, Inna Silestyowati juga membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungutan liar (pungli) terkait izin.
Dari pungli tersebut, diduga telah diserahkan kepada Nyono Suharli Wihandoko pada 1 Februari 2018 sebesar Rp75 juta.
Diduga sekitar Rp50 juta telah digunakan Nyono Suharli Wihandoko untuk membayar iklan terkait rencananya maju dalam Pilkada Bupati Jombang 2018.
"Ini saya pikir aneh sebenarnya bagaimana seorang pejabat Pemda, dia menyuap Bupati seperti itu atau Bupati mungkin mengharapkan sesuatu, kalau hal ini terjadi terus dan ini sudah berapa kali terjadi saya pikir ini tidak baik," ungkap Syarif.
Selain itu, kata dia, KPK juga mengingatkan kembali kepada seluruh Kepala Daerah, khususnya yang sedang dalam proses kontestasi politik dalam Pilkada Serentak agar menghentikan dana-dana setoran dinas kepada "incumbent" atu petahana.
Untuk diketahui, Nyono yang juga politisi Partai Golkar itu maju kembali sebagai petahana berpasangan dengan Subaidi Muchtar dalam Pilkada Jombang 2018.
Mereka didukung oleh Partai Golangan Karya (Golkar), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018